|
J-MKLI
Vol. 1, No. 1, April 2017, pp: 1 - 17 Jurnal Manajemen dan Kearifan Lokal Indonesia https://journal.apmai.org/v2/index.php/jmkli |
|
||
PENGARUH DISCOUNT PRICE, IN-STORE DISPLAY DAN SALES PEOPLE TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF DENGAN IMPULSE BUYING TENDECY SEBAGAI
VARIABEL MODERASI Agustina Setiyowati1, Dwi Hastjarja Kustijana2 * 1.
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2.
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta |
||||
Info
Artikel ________________ Sejarah Artikel: Diterima 2017-04-01 Disetujui 2017-04-09 Dipublikasikan 2017-04-30 ________________ Keywords: discount price; in-store display; impulse buying;
sales people. ____________________ |
Abstrak ___________________________________________________________________ Studi ini bertujuan menguji pengaruh impulse buying tendency dalam memoderasi hubungan antara discount
price,in-store display dan sales people pada pembelian impulsif. Secara khusus, studi ini menguji apakah discount price, in-store display, sales people dan impulse buying tendency merupakan
variable yang penting dalam membentuk
pembelian impulsif. Data diperoleh melalui survei dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada responden. Sampel
terdiri atas 110 konsumen MDS di Hartono Lifestyle Mall yang melakukan pembelian impulsif. PLS
digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara variabel yang dihipotesiskan. Hasil menunjukkan bahwa discount
price berpengaruh signifikan pada pembelian
impulsif, in-store display berpengaruh
signifikan pada pembelian
impulsif, sales people berpengaruh signifikan pada pembelian impulsif,
impulse buying tendency memperkuat
hubungan antara discount price, in-store display dan sales people pada
pembelian impulsif. Dalam studi ini, keterbatasan
dan implikasi penelitian juga didiskusikan untuk memberikan wawasan aspek teoritis, praktis, dan penelitian lanjutan.
|
|||
|
Abstract ___________________________________________________________________ This
study aims to test the influence of impulse buying tendency in moderate the
relationship between discount price, in-store display and sales people on the
impulse buying. Specifically, this study tests whether the discount price,
in-store display, sales people and impulse buying tendency is an important
variable in the form of impulse buying. The data obtained through the survey
by doing the spread of the questionnaire to the respondents. The sample
consists of 110 customers MDS in Hartono Lifestyle Mall that make impulse
buying. PLS is used to explain the relationship between the variables in the
hypothesis. The result shows that the discount price significant influence on
the impulse buying, in-store display a significant influence on the impulse
buying, sales people a significant influential on the impulse buying, impulse
buying tendency to strengthen the relationship between discount price,
in-store display and sales people on the impulse buying. In this study,
limitations and implications of the research also are discussed in order to
provide insights into the theoretical aspects, practical, and further
research.
|
|||
*Alamat
korespondensi : Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Sebelas Maret Surakarta |
|
|||
Persaingan
bisnis ritel di masa
sekarang ini sangalah ketat. Bisnis ritel di Indonesia berkembang dari ritel
tradisional ke ritel modern seperti pusat
perbelanjaan (shopping mall), toko
distro, hipermarket,
supermarket dan sebagainya. Shopping mall merupakan
pusat perbelanjaan yang dirancang dengan konsep modern mengikuti perkembangan jaman dan
merupakan suatu arena yang memiliki
tempat luas dalam suatu bangunan yang terdiri dari berbagai macam toko baik supermarket, game online/timezone, toko buku, toko kaset, toko pakaian, toko sepatu,
cafe, konter-konter elektronik dan didukung juga oleh satu atau lebih department store yang dikelilingi oleh
tempat parkir yang luas (Utami, 2006). Sebenarnya
fungsi shopping mall sama seperti
pasar-pasar tradisional yaitu tempat bertemunya pedagang dan pembeli untuk
melakukan transaksi jual beli. Saat ini pusat
perbelanjaan saat ini telah berevolusi dari sebagai pusat konsumsi menjadi
aspirasi gaya hidup konsumen, beralih
fungsi menjadi tempat rekreasi yang menarik, menyenangkan, aman, nyaman dan
untuk menghilangkan kejenuhan.
Gaya
hidup (lifestyle) cenderung
menilai dirinya modern apabila seseorang sering
keluar masuk shopping mall atau pusat
perbelanjaan. Gaya hidup seseorang ini juga bisa menunjukkan apabila dia
termasuk sebagai manusia yang up to date
yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Masyarakat yang biasa saja dapat
berubah persepsinya tentang gaya hidup ketika mendapatkan suguhan modernitas
yang ditawarkan oleh pusat perbelanjaan, misal tentang pola berbelanja, pola
berbicara, pola makan, pola berbusana, pola rekreasi dan sebagainya. Strategi untuk memenangkan pasar dapat
dicapai apabila pemasar memiliki pengetahuan yang cukup tentang perilaku
belanja konsumen. Salah
satu perilaku konsumen yang penting adalah
perilaku impulse buying atau
pembelian impulsif (Park et al., 2006).
Ada keberagaman model impulse
buying pada penelitian-penelitian
sebelumnya (Tendai dan Crispen, 2009; Hulten
dan Vanyushyn, 2011; Foroughi, et.al. ,2011). Beberapa penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa
masih terdapat perbedaan setting
research. Pertama, penelitian Hulten dan Vanyushyn (2011), memfokuskan
pembelian impulsif pada groceries pada 2 negara, yaitu Perancis dan Swedia. Variabel yang
digunakan adalah shoppinglist, discount price, bundling, dan store display. Hasil penelitian menunjukkan bahwa shoppinglist berpengaruh negatif terhadap pembelian impulsif pada 2
negara. Discount price memiliki pengaruh positif terhadap pembelian impulsif pada 2 negara. Sedangkan bundling dan in-store display
berpengaruh positif terhadap pembelian
impulsif di Perancis, tetapi tidak di Swedia. Penelitian Harmancioglu, et al. (2009) menunjukkan bahwa consumer excitement,
dan new product knowledge
berpengaruh positif
terhadap impulse buying behavior, consumer esteem berpengaruh negatif
terhadap impulse buying behavior. Sedangkan impulse
buying intention bukan variabel
mediasi dari impulse
buying behavior dan antesedennya.
Penelitian ini menggunakan variabel discount price, in-store display dan sales people sebagai faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif. Pemilihan variabel ini berdasarkan penelitian Tendai dan Crispen (2009) dan Hulten dan Vanyushyn (2011), karena kedua penelitian ini mempunyai tema yang sama yaitu in-store stimuli dan pembelian impulsif. Pada penelitian ini, impulse buying tendency diduga sebagai variabel pemoderasi hubungan antara variabel discount price, in-store display dan sales people dengan pembelian impulsif. Pemilihan impulse buying tendency sebagai variable pemoderasi dikarenakan variabel ini bukan merupakan variabel persepsi (Assael, 2001).
Harga diskon (discount price) diduga mempengaruhi
pembelian impulsif. Dengan adanya diskon, akan menarik konsumen untuk melakukan
pembelian, termasuk pembelian yang tidak direncanakan. Discount price mendorong terjadinya
pembelian impulsif (Tendai dan Crispen,
2009; Hulten dan Vanyushyn, 2011). Discount price dan pembelian impulsif dapat
dipreposisikan mempunyai hubungan positif. Semakin tinggi diskon, semakin tinggi pula pembelian impulsif.
In-store display merupakan tampilan dalam toko
yang dibuat guna menarik konsumen. In-store display dapat meningkatkan
pembelian impulsif (Tendai dan
Crispen, 2009). Dengan in-store
display yang menarik, konsumen akan
tertarik untuk melakukan pembelian. In-store display dan pembelian impulsif
dapat dipreposisikan mempunyai hubungan
positif. Hal ini didukung oleh
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa in-store display mendorong pembelian impulsif (Tendai dan Crispen, 2009; Hulten dan Vanyushyn, 2011).
Sales people
atau karyawan
toko merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan penjualan produk di dalam toko. Bantuan dari karyawan toko dapat
mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli produk (Baker et al.,
1992 dalam Mattila dan Wirtz, 2008). Sales
people dengan pembelian impulsif dapat
dipreposisikan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini didasarkan pada penelitian yang menyatakan
bahwa sales people dapat mempengaruhi
pembelian impulsif (Tendai dan Crispen, 2009).
Impulse buying tendency merupakan tingkat kecenderungan seseorang dalam melakukan pembelian yang tidak direncanakan. Impulse buying tendency dipreposisikan sebagai variabel moderasi hubungan antara discount price, in-store display dan sales people pada pembelian impulsif. Impulse buying
tendency digunakan sebagai variabel pemoderasi karena merupakan variabel non persepsi yang tidak dapat dipengaruhi oleh pemasar (Assael, 2001). Hal ini diperkuat penelitian Lee dan Johnson (2010) yang menggunakan impulse buying tendency sebagai salah satu variabel moderasi. Penelitian ini diharapkan dapat membentuk suatu model prediksian tentang pembelian impulsif yang diaplikasikan di Indonesia.
Pusat
perbelanjaan yang baru ada
di kota Solo berlokasi di Solo Baru yaitu Hartono Lifestyle Mall. Hartono Lifestyle
Mall yang berdiri pada awal
tahun
2012 mengedepankan konsep lifestyle mall
sebagai gaya hidup dengan mengangkat tema pusat perbelanjaan yang sangat cocok
untuk remaja dan keluarga.
Hartono Lifestyle Mall hadir dengan
menyuguhkan fasilitas-fasilitas
yang mampu bersaing dengan mall yang lain. Matahari Department Store di Hartono Lifestyle Mall menyediakan fashion untuk laki-laki
maupun wanita bagi segala umur,
model dan merek terkenal. Keberagaman fashion
yang disediakan Matahari Department Store
memunculkan
kecenderungan bahwa kegiatan belanja telah berkembang menjadi sebuah aktivitas
dalam meningkatkan gaya hidup. Hal ini didukung dengan adanya berbagai stimulus
di dalam toko yang memicu konsumen untuk melakukan pembelian impulsif. Ini menunjukkan pembelian
impulsif terjadi karena rasa senang dan kegembiraan yang timbul pada diri
konsumen yang mendorong dalam keputusan pembelian.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) apakah discount price berpengaruh pada pembelian impulsif? (2) apakah in-store
display berpengaruh pada pembelian impulsif? (3) apakah sales
people berpengaruh pada pembelian impulsif? (4) apakah impulse
buying tendency memoderasi pengaruh discount
price pada pembelian impulsif? (5) apakah impulse
buying tendency memoderasi pengaruh in-store
display pada pembelian impulsif? (6) apakah impulse
buying tendency memoderasi pengaruh sales people pada pembelian impulsif ?
Penelitian ini untuk
mengidentifikasi sebuah model yang mampu menjelaskan fenomena perilaku konsumen
terhadap pembelian impulsif di Matahari Hartono Lifestyle Mall. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan tentang perilaku konsumen mengenai impulse
buying. Studi
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bentuk konfirmasi model penelitian sebelumnya yang diterapkan pada obyek penelitian
yang berbeda.
Discount Price
Diskon merupakan pengurangan dari daftar
harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli yang mengorbankan
fungsi pemasaran atau menyediakan fungsi itu untuk
dirinya sendiri (Carthy, 1985
dalam Arif Isnaini, 2012).
Menurut Sigit (2002) dalam Arif
Isnaini mengemukakan potongan merupakan
pengurangan terhadap harga yang telah ditetapkan. Dapat
disimpulkan bahwa diskon adalah
potongan harga yang
diberikan kepada pembeli dengan harga yang
telah ditetapkan yang
biasanya merupakan strategi
dalam promosi. Sistem
diskon sering digunakan oleh penjual untuk
meningkatkan penjualannya, karena dengan adanya diskon atau potongan harga sangat menarik minat pembeli untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan. Diskon atau potongan harga merupakan sesuatu yang umum digunakan yang dapat berguna sebagai daya tarik bagi pembeli untuk membeli dalam jumlah besar. Manfaat yang diperoleh bagi penjual adalah penjualan dalam jumlah banyak akan mengurangi biaya produksi
setiap unitnya. Manfaat bagi pembeli adalah mengurangi biaya pesan dan pembayaran harga satuan lebih rendah, tetapi kerugian yang dapat timbul adalah membengkaknya biaya penyimpanan karena pemesanan yang lebih besar akan meningkatkan inventory.
Strategi penetapan harga diskon atau potongan harga adalah strategi mengurangi harga untuk memberikan penghargaan kepada pelanggan yang memberikan tanggapan seperti membayar lebih awal produk atau mempromosikan produk (Kotler, 2005). Menurut Grewal (2008) dalam Damayanti (2010), indikator pengukuran diskon adalah: (1) harga referensi internal, dimana terbentuk dari pengalaman dan pengetahuan konsumen akan harga produk; (2) persepsi konsumen mengenai kualitas, yaitu pengetahuan konsumen mengenai kualitas suatu produk; (3) persepsi nilai yaitu konsumen akan memberikan penilaian sendiri terhadap produk yang akan dibelinya.
Tujuan pemberian potongan harga atau diskon yang
dilakukan penjual terhadap produk yang dijual adalah untuk mengurangi produk
yang tersimpan dan meningkatkan penjualan pada kategori produk tertentu. Tujuan
diadakannya diskon atau potongan menurut Nitisemito dalam Arif Isnaini (2012) adalah: (1) mendorong
pembeli untuk membeli dalam jumlah yang besar sehingga volume penjualan
diharapkan akan bisa naik. Pemberian potongan harga akan berdampak terhadap
konsumen, terutama dalam pola pembelian konsumen yang akhirnya juga berdampak
terhadap volume penjualan yang diperoleh perusahaan; (2) pembelian
dapat dipusatkan perhatiannya pada penjual tersebut, sehingga hal ini dapat menambah atau mempertahankan langganan penjual; (3) merupakan sales
service yang dapat menarik terjadinya transaksi
pembelian.
In-Store
Display
Display yaitu pemajangan atau tata letak
barang dagangan untuk menarik minat beli konsumen agar terciptanya pembelian.
Memajang barang sangat penting dilakukan oleh toko. Display yang baik akan membangkitkan minat pelanggan untuk
membelinya. Pemasangan display harus disesuaikan dengan keadaan
atau kondisi pada saat tertentu. Menurut Sopiah dan Syihabuddin (2008), display adalah usaha yang dilakukan untuk
menata barang yang mengarahkan pembeli agar tertarik untuk melihat, dan
memutuskan untuk membelinya. Display dikatakan
berhasil jika dapat mencapai tujuan sebagai berikut: (1) dapat menciptakan
citra niaga atau store image; (2)
dapat membangkitkan selera (menarik, informatif); (3) dapat memperkenalkan
barang baru; (4) dapat meningkatkan keuntungan. Sedangkan menurut Buchari Alma (2008), display
adalah keinginan membeli sesuatu
yang tidak didorong oleh seseorang tetapi didorong oleh daya tarik atau oleh
penglihatan ataupun perasaan lainnya. Tujuan display yaitu: untuk menarik perhatian (attention interest) para pembeli. Hal ini dilakukan menggunakan
warna-warna, lampu dan sebagainya; dan untuk dapat menimbulkan keinginan
memiliki barang-barang yang dipamerkan di toko dan melakukan pembelian (desire and action). Julian Cummins dan
Roddy Mullin (2004), display dapat dilakukan dalam beragam
bentuk: tambahan rak pajangan, ujung gondola (ujung dari deretan rak), display etalase, display stiker di pintu, penggunaan petunjuk arah lokasi barang, leaflet, serta pemasangan rak display khusus (dumpbin).
In-store display adalah suatu proses komunikasi/promosi yang dilakukan di dalam toko/outlet dengan menggunakan berbagai bentuk
pajangan yang dapat menarik minat konsumen. In-store
display merupakan tampilan dalam toko yang dibuat untuk menarik konsumen. In-store display dapat meningkatkan
pembelian tidak direncanakan (Tendai
dan
Crispen, 2009). Dengan in-store display yang menarik, konsumen akan tertarik untuk melakukan pembelian. In-store
display dan pembelian impulsif dapat dipreposisikan mempunyai hubungan positif.
Hal ini didukung oleh penelitian
terdahulu yang menyatakan bahwa in-store display mendorong pembelian impulsif (Tendai dan Crispen, 2009; Hulten
dan Vanyushyn, 2011).
Aspek yang paling penting dari keberhasilan
tampilan dalam toko bagi pengecer adalah memahami pelanggan dan kebiasaan
mereka (Terrazas, 2006 dalam Tendai dan Crispen, 2009). Strategi tampilan dapat
dibuat untuk membantu meningkatkan penjualan terutama melalui pembelian yang
tidak direncanakan oleh konsumen. Display
yang baik yaitu display yang dapat
menarik perhatian pengunjung dan membantu mereka agar mudah mengatasi,
memeriksa dan memilih barang-barang dan akhirnya melakukan pembelian. Ketika
konsumen masuk ke dalam toko ada banyak yang akan mempengaruhi persepsi mereka
pada toko tersebut. Menurut Hendri Ma’ruf (2005) ada tiga macam display,
yaitu: indow
display (penataan bagian depan
toko), interior display (penataan bagian dalam toko), dan eksterior
display (penataan bagian luar toko)
Sales People
Penjualan
tatap
muka atau personal selling
merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi
tentang produk. Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan penjualan. Dalam
industri ritel, khususnya department store, personal selling
adalah elemen penting dalam pembentukan image.
Pada
Matahari
departement store, penjualan tatap muka dilakukan oleh karyawan (sales people).
Sales people yang efektif lebih dari sekedar memiliki naluri dalam
penjualan, namun mereka dapat dilatih sehingga memiliki kemampuan dalam
metode-metode analisis dan manajemen pelanggan. Sales people fokus pada
komunikasi interpersonal, memahami kebutuhan dan karakteristik konsumen,
membentuk dan menjaga hubungan dengan konsumen, dan unit analisisnya ada pada
tim penjualan. Menurut
Swastha & Irawan (2003), personal selling adalah presentasi
lisan dalam suatu percakapan dengan calon
pembeli atau lebih yang ditujukan untuk menciptakan penjualan. Kotler (2005) menjelaskan bahwa personal selling
merupakan sarana promosi yang
paling berhasil untuk sampai pada tahap tertentu dari suatu proses pembelian. Personal
selling memiliki
ciri khusus yaitu : (1) pertemuan pribadi, (2) perkembangan
hubungan, dan (3) tanggapan. Adapun
tahap-tahap dalam personal selling adalah prospecting and qualifying, pre approach, approach, presentation
and demonstration, overcoming objection, closing, followup
and maintenance (Kotler, 2005:150).
Melalui personal
selling, sales person dapat
secara langsung menyampaikan
informasi yang lengkap mengenai karakteristik produk yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut
Sutisna (2004:87) dalam personal
selling
terjadi proses alur komunikasi dua arah, sehingga
konsumen secara langsung bisa bertanya mengenai produk kepada sales person atau tenaga penjual tentang
produk yang akan dibeli. Dengan informasi tersebut,
konsumen akan merasa puas dan akhirnya dapat mempengaruhi keputusan untuk membeli produk. Melalui personal selling akan tercipta
komunikasi secara langsung antara penjual
yang mewakilinya dengan konsumen, dimana tenaga penjual mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi. Tenaga penjual dapat mengetahui secara
langsung perilaku pembeli (konsumen), keinginan, motivasi pembeli maupun
keluhan-keluhan yang diajukan pada
saat melakukan pembelian.
Impulse buying
Pembelian
merupakan fungsi dari dua determinan niat dan pengaruh lingkungan dan atau
perbedaan individu. Pada kenyataannya konsumen seringkali tidak
menggunakan pikiran rasional dalam menentukann barang yang benar-benar
dibutuhkan dan pembelian ini juga tidak direncanakan secara khusus. Pembelian tersebut dikenal
dengan istilah pembelian impulsif. Pembelian impulsif diasosiasikan dengan
pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba dan tidak direncanakan, dilakukan di tempat kejadian dan disertai timbulnya
dorongan yang besar serta perasaan yang senang dan bergairah (Rook dalam
Verplanken dan Herabadi, 2001).
Pembelian impulsif
didefinisikan sebagai tindakan membeli yang
dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat
membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Pembelian impulsif dapat
dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan
positif yang kuat mengenai suatu benda (Mowen dan Minor, 2002). Engel dan
Blackwell (1995), mendefinisikan pembelian impulsif ini sebagai suatu tindakan
pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Rook and Fisher (1995:305),
impulse buying as a consumer tendency to buy spontaneously,
immediately and kinetically. Menurut Hirschman (2003:13) impulse buying adalah kecenderungan
konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara
terburu-buru dan didorong oleh aspek psikologi emosional terhadap produk dan terpengaruh oleh persuasi dari pemasar.
Pembelian
impulsif merupakan pembelian yang tidak secara khusus
direncanakan. Pembelian impulsif dapat digolongkan
sebagai berikut: (1) pembelian impulsif (pure impulse buying), (2) pembelian impulse karena pengalaman masa lalu (remider impulse buying), (3) pembelian impulsif
karena sugesti (sugestion impulse buying), (4) pembelian karena
situasi tertentu (planned impulse buying), (5) pembelian impulsif
barang pengganti (Hawkins, 2004). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembelian impulsif terdiri
dari karakteristik produk, karakteristik pemasaran, karakteristik konsumen dan karakteristik situasional (Loundon
and Bitta,1993; Hawkins, 2004).
Persepsi mengenai impulse buying yang
paling dasar berfokus pada faktor eksternal yang mungkin menyebabkan
gejala tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying adalah harga, kebutuhan
terhadap produk atau merek, distribusi massal, pelayanan yang diberikan, iklan,
dislpay toko yang menyolok, siklus
hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan kesenangan untuk mengoleksi (Buedincho, 2003)
Impulse Buying Tendency
Impulse buying tendency
merupakan tingkat kecenderungan pembelian secara tidak terencana yang dialami
konsumen dalam melakukan pembelian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Herabadi (2003), impulse buying tendency
meliputi aspek kognitif, dan aspek afektif. Aspek kognitif adalah kemampuan
intelektual seseorang dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Aspek
kognitif diukur melalui absence of
deliberation, thinking, dan planning
konsumen,. Aspek afektif adalah sikap, minat, emosi, dan nilai hidup yang
dimiliki seseorang.
Gasiorowska (2011)
mendefinisikan kecenderungan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak
reflektif, sebenarnya tidak diharapkan, terjadi secara spontan, diiringi dengan
munculnya keinginan yang mendadak untuk membeli produk-produk tertentu, dan
dimanifestasikan dalam sebuah reaksi terhadap suatu stimulus dari produk. Rook
(1987) mengemukakan bahwa kecenderungan pembelian impulsif lebih mengutamakan
emosional daripada rasional. Konsumen yang sering melakukan pembelian secara
impulsif (highly impulsive buyers)
memiliki kecenderungan unreflective
dalam pemikirannya, memiliki ketertarikan secara emosional pada suatu objek,
menginginkan kepuasan segera dan disertai dengan gerakan cepat serta menggemari
pengalaman spontan ketika melakukan pembelian, yang ditunjukkan dengan adanya
daftar belanja yang bersifat terbuka sehingga menyebabkan terjadinya pembelian
barang tidak terduga yang didominasi oleh emosi (Hoch & Lowenstein, 1991;
Thomson et al., 1990 dalam Kacen
& Lee, 2002).
Verplanken dan
Herabadi (2001) menyebutkan beberapa faktor yang dapat memicu kecenderungan
pembelian impulsif, yaitu: lingkungan pemasaran (tampilan dan
penawaran produk), variabel situasional (ketersediaan waktu dan uang), dan
variabel personal (mood, identitas diri, kepribadian, dan pengalaman
pendidikan). Wood (1998) menemukan faktor lain yang mempengaruhi pembelian
impulsif, yaitu usia. Usia yang rentan terhadap pembelian impulsif adalah usia
18-39 tahun (Wood, 1998, dalam Verplanken dan Herabadi, 2001).
Hipotesis
penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Discount price berpengaruh terhadap
pembelian impulsif.
H2 : In-store
display berpengaruh terhadap pembelian impulsif.
H3 : Sales
people berpengaruh terhadap pembelian impulsif.
H4 : Impulse
buying tendency memoderasi pengaruh discount
price terhadap pembelian impulsif.
H5 : Impulse buying tendency memoderasi
pengaruh in-store display terhadap
pembelian impulsif.
H6 : Impulse buying tendency memoderasi
pengaruh sales people terhadap
pembelian impulsif.
METODE
PENELITIAN
Populasi, Sampel dan Teknik
Sampling
Populasi dalam
penelitian ini adalah konsumen Matahari Hartono Lifestyle Mall yang melakukan pembelian impulsif. Hair et al.,
(2010) menyatakan bahwa
besarnya sampel ditentukan berdasarkan
jumlah indikator dikalikan 5. Jumlah
indikator penelitian ini sebanyak 18, yang berarti membutuhkan
kecukupan sampel sebanyak 90
responden. Dalam penelitian ini,
jumlah sampel ditentukan 110 responden
yang merupakan konsumen Matahari Hartono Lifestyle
Mall yang telah melakukan
pembelian impulsif.
Penelitian
menggunakan nonprobability
sampling, yaitu
tidak semua elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
sampel (Djarwanto dan Pangestu, 2005). Metode sampling yang digunakan
adalah purposive
sampling,
yaitu teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa kriteria tertentu
(Sugiyono, 2010). Kriteria
responden yang ditentukan
adalah:
1.
Konsumen yang melakukan pembelian impulsif
2.
Pembelian dilakukan di MDS Hartono Lifestyle Mall
3.
Produk yang dibeli adalah produk fashion
Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Sumber
data dalam penelitian ini adalah data primer, yang diperoleh dari responden secara langsung. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari literatur dan informasi yang tersedia di obyek penelitian.
Pengumpulan data
menggunakan kuesioner yang merupakan suatu daftar yang berisikan pernyataan
yang bertujuan untuk mengetahui perilaku pembelian impulsif konsumen MDS Hartono Lifestyle Mall. Pengukuran variabel menggunakan skala likert
dengan 5 alternatif pilihan, dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.
Skala likert didesain untuk menelaah seberapa kuat subyek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan (Sekaran,
2006).
Definisi
Operasional
Pembentukan indikator dilakukan untuk membantu pengukuran
dan memberikan kemudahan pengamatan dalam
pengumpulan data di lapangan. Tabel 1. Menunjukkan definisi operasional dari variabel penelitian beserta
indikator dan pengukurannya.
Variabel |
Definisi |
Indikator |
Pengukuran |
Discount Pric |
Discount price adalah pengurangan langsung harga
pembelian selama periode yang telah ditetapkan agar konsumen tertarik untuk
melakukan pembelian ketika produk yang dijual memiliki harga yang lebih
rendah dari harga asli. |
1.
Banyak
melakukan pembelian 2.
Masa
potongan harga 3.
Mendukung
penjualan yang lebih besar |
Skala Likert; 1=Sangat Tidak Setuju 2=Tidak Setuju 3=Kurang Setuju 4=Setuju 5=Sangat Setuju |
In-
store Display |
In-store display merupakan tampilan dalam toko
yang dibuat untuk menunjukkan atau mempromosikan kepada konsumen disertai
informasi yang relevan agar mudah menemukan suatu produk dan tertarik untuk
melakukan pembelian. |
1.
Kemudahan
menjangkau produk 2.
Menarik 3.
Kejelasan
informasi produk |
Skala Likert; 1=Sangat Tidak Setuju 2=Tidak Setuju 3=Kurang Setuju 4=Setuju 5=Sangat Setuju |
Sales
people |
Sales peole adalah karyawan toko yang bertugas membantu dan memberikan saran serta
dapat memberikan pengaruh kepada konsumen dalam membeli suatu produk. |
1.
Membantu dalam
pengambilan barang 2.
Pandai
berkomunikasi 3.
Ramah 4.
Melayani dengan
baik |
Skala Likert; 1=Sangat Tidak Setuju 2=Tidak Setuju 3=Kurang Setuju 4=Setuju 5=Sangat Setuju |
Impulse
uying
tendency |
Impulse Buying Tendency merupakan kecenderungan seseorang untuk
melakukan pembelian yang dipengaruhi oleh faktor internal
karena memiliki peran dalam meningkatkan kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian impulsif |
1.
Bersemangat 2.
Perasaan
senang 3.
Kegembiraan
4.
Keinginan
membeli |
Skala Likert; 1=Sangat Tidak Setuju 2=Tidak Setuju 3=Kurang Setuju 4=Setuju 5=Sangat Setuju |
Pembelian
impulsif |
Pembelian impulsif adalah perilaku berbelanja yang
terjadi secara tidak terencana, terkait secara emosional, dimana proses
pembuatan keputusan dilakukan secara cepat tanpa berfikir secara bijak dan
pertimbangan terhadap keseluruhan informasi dan alternatif yang ada. |
1.
Spontanitas
pembelian 2.
Pembelian
terburu-buru 3.
Ketidak
pedulian akan akibat 4.
Pembelian
dipengaruhi keadaan emosional |
Skala Likert; 1=Sangat Tidak Setuju 2=Tidak Setuju 3=Kurang Setuju 4=Setuju 5=Sangat Setuju |
Tabel 1. Definisi dan Indikator
Penelitian
Uji Instrumen Penelitian
Uji validitas dalam penelitian ini adalah validitas konstruk
yang diukur menggunakan Confirmatory
Factor Analysis (CFA). Apabila indikator merupakan indikator pengukur konstruk, maka
akan memiliki nilai loading factor > 0,50 (Hair et al., 2010). Pengujian
reliabilitas menggunakan
Cronbach Alpha. Suatu konstruk dikatakan
reliabel jika Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, dalam Ghozali 2011).
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Partial
Least Square (PLS). PLS merupakan
metode alternatif dari SEM yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
hubungan diantara variabel
yang kompleks namun ukuran sampel datanya kecil, mengingat SEM memiliki ukuran
sampel data minimal 100 (Hair et al., 2010). Metode PLS
mempunyai keunggulan diantaranya: data tidak harus berdistribusi normal
multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasio
dapat digunakan pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus besar
(Ghozali, 2011:163).
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif membahas karakteristik dan tanggapan
responden, dengan jumlah responden sebanyak 110 orang,
ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden |
Jumlah |
Kelompok |
Frekuensi |
Persentase |
Usia |
110 |
1.
< 17 tahun |
4 |
3,6 % |
2. 17 - 25 tahun |
61 |
55,5 % |
||
3.
26 - 35 tahun |
30 |
27,3 % |
||
4. 36 - 45 tahun |
12 |
10,9 % |
||
5. > 46 tahun |
3 |
2,7 % |
||
Jenis Kelamin |
110 |
1.
Laki-laki |
43 |
39,1 % |
2. Perempuan |
67 |
60,9 % |
||
Pendidikan Terakhir |
110 |
1.
SMA |
32 |
29,1 % |
2. D1 |
6 |
5,5 % |
||
3.
D3 |
27 |
24,5 % |
||
4. S1 |
29 |
26,4 % |
||
5.
S2 |
10 |
9,1 % |
||
6. S3 |
2 |
1,8 % |
||
7.
Lain – lain |
4 |
3,6 % |
||
Pekerjaan |
110 |
1. Tidak bekerja |
0 |
0% |
2. Pelajar/Mahasiswa |
54 |
49,1 % |
||
3.
Wiraswasta |
8 |
7,3 % |
||
4. Pegawai Swasta |
37 |
33,6 % |
||
5.
PNS atau TNI/POLRI |
11 |
10,0 % |
||
Pendapatan |
110 |
1. < 1.000.000 |
19 |
17,3 % |
2.
1.000.000 - 2.000.000 |
50 |
45,5 % |
||
3. 2.000.001 - 3.000.000 |
21 |
19,1 % |
||
4.
3.000.001 - 4.000.000 |
8 |
7,3 % |
||
5. > 4.000.000 |
12 |
10,9 % |
||
Frekuensi Belanja |
110 |
1.
< 2 kali |
13 |
11,8 % |
2. 2 - 4 kali |
83 |
75,5 % |
||
|
|
3.
> 4 kali |
14 |
12,7 % |
Sumber: Data primer diolah, 2016
Kuesioner diberikan kepada 110
responden menggunakan skala Likert dengan dengan jumlah indikator sebanyak 18 item pernyataan. Tanggapan responden dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa tanggapan dengan
rata-rata tertinggi nilai 3,1 terdapat dalam pernyataan DP3. Hal ini berarti bahwa MDS telah melakukan pemberian potongan
harga yang baik sehingga konsumen melakukan pembelian produk dalam jumlah yang
banyak.
Tabel 3. Tanggapan
Responden Terhadap Discount Price
Kode |
Item Pernyataan |
STS |
TS |
N |
S |
ST |
Rata-rata |
DP1 |
Saya membeli produk
dalam jumlah lebih banyak jika harga produk diberikan potongan harga sehingga
lebih rendah dari harga |
5 4,5% |
27 24,5% |
48 43,6% |
23 20,9% |
7 6,4% |
3,0 |
DP2 |
Saya tertarik membeli
produk yang menawarkan potongan harga ketika mengetahui masa potongan harga
yang berlaku. |
2 1,8% |
31 28,2% |
44 40,0% |
30 27,3% |
3 2,7% |
3,0 |
DP3 |
Matahari menerapkan
sistem potongan harga agar pelanggan membeli produk dalam jumlah banyak. |
5 4,5% |
26 23,6% |
36 32,7% |
37 33.6% |
6 5,5% |
3,1 |
Sumber:
Data primer diolah, 2016
Tabel 4 menunjukkan bahwa tanggapan dengan
rata-rata tertinggi nilai 3,26 terdapat dalam pernyataan ID3. Hal ini berarti konsumen dapat melakukan
pembelian impulsif jika melihat informasi yang terdapat pada banner, dan MDS telah memberikan
informasi yang mendukung konsumen dalam melakukan pembelian.
Tabel 4. Tanggapan Responden Terhadap In-store Display
Kode |
Item Pernyataan |
STS |
TS |
N |
S |
ST |
Rata-rata |
ID1 |
Tata letak produk yang
mudah dijangkau dapat mendorong saya
untuk melakukan pembelian. |
7 6,3% |
18 16,4% |
50 45,5% |
27 24,5% |
27 24,5% |
3,1 |
ID2 |
Tata letak produk yang
menarik perhatian dapat mendorong saya untuk melakukan pembelian. |
3 2,7% |
26 23,6% |
39 35,5% |
32 29,1% |
10 9,1% |
3,18 |
ID3 |
Informasi yang ada
pada banner dapat mendorong saya
untuk melakukan pembelian. |
2 1,8% |
19 17,3% |
45 40,9% |
36 32,7% |
8 7,3% |
3,26 |
Sumber: Data primer diolah,2016
Tabel 5. menunjukkan bahwa tanggapan dengan
rata-rata tertinggi nilai 4,04 terdapat dalam pernyataan SP1 dan SP2. Hal ini berarti karyawan toko yang senantiasa membantu konsumen di dalam toko dapat membuat konsumen
terbujuk dan melakukan pembelian impulsif, artinya karyawan toko MDS telah melakukan penjualan
dengan baik.
Tabel 5. Tanggapan Responden Terhadap Sales People
Kode |
Item Pernyataan |
STS |
TS |
N |
S |
ST |
Rata-rata |
SP1 |
Pegawai toko yang
senang tiasa membantu dapat mendorong saya dalam melakukan pembelian. |
0 0% |
0 0% |
26 23,6% |
53 48,2% |
31 28,2% |
4,04 |
SP2 |
Bujukan pegawai toko
dapat mendorong saya untuk melakukan pembelian. |
0 0% |
0 0% |
21 19,1% |
52 47,3% |
37 33,6% |
4,04 |
SP3 |
Pegawai toko yang ramah
dapat mendorong saya untuk melakukan pembelian. |
0 0% |
0 0% |
30 27,3% |
46 41,8% |
34 30,9% |
4,03 |
SP4 |
Pegawai toko yang
melayani dengan baik dapat mendorong saya untuk melakukan pembelian. |
0 0% |
1 0,9% |
36 32,7% |
41 37,3% |
32 29,1% |
3,94 |
Sumber: Data primer diolah, 2016
Tabel 6. menunjukkan bahwa tanggapan dengan
rata-rata tertinggi nilai 4,0 terdapat dalam pernyataan IBT1 dan IBT2. Hal ini berarti konsumen bersemangat dan
merasa terdorong ketika melihat produk fashion di dalam toko dan konsumen tidak dapat menahan perasaan senang ketika tertarik
dengan suatu produk fashion saat
melihatnya di dalam toko.
Tabel 6. Tanggapan responden terhadap Impulse Buying Tendency
Kode |
Item Pernyataan |
STS |
TS |
N |
S |
ST |
Rata-rata |
IBT1 |
Saya berkeinginan
membeli produk fashion dan hal
tersebut membuat saya bersemangat dalam melakukan pembelian. |
0 0% |
7 6,4% |
20 18,2% |
47 42,7% |
36 32,7% |
4,0 |
IBT2 |
Saya tidak dapat
menekan perasaan senang saya ketika melihat produk fashion yang menarik di dalam toko. |
0 0% |
7 6,4% |
17 15,5% |
54 49,1% |
32 29,1% |
4,0 |
IBT3 |
Ketika saya melihat
suatu produk fashion yang membuat
saya gembira, saya merasa ingin membelinya. |
0 0% |
10 9,1% |
23 20,9% |
55 50,0% |
22 20,0% |
3,8 |
IBT4 |
Saya bisa menjadi
sangat gembira jika melihat sesuatu yang ingin saya beli. |
0 0% |
2 1,8% |
25 22,7% |
59 53,6% |
24 21,8% |
3,94 |
Tabel 7. menunjukkan bahwa tanggapan dengan
rata-rata tertinggi nilai 4,19 terdapat dalam pernyataan PI2. Hal ini berarti konsumen melakukan
keputusan pembelian ketika merasa kagum dan sangat senang terhadap produk fashion di MDS Hartono Lifestyle Mall.
Tabel 7. Tanggapan Responden Terhadap Pembelian Impulsif
Kode |
Item Pernyataan |
STS |
TS |
N |
S |
ST |
Rata-rata |
PI1 |
Keputusan pembelian
produk fashion terjadi secara spontan. |
1 0,9% |
22 20,0% |
46 41,8% |
39 35,5% |
2 1,8% |
3,17 |
PI2 |
Keputusan pembelian
produk fashion terjadi tanpa pemikiran yang panjang. |
1 0,9% |
25 22,7% |
47 30,0% |
33 30,3% |
4 3,6% |
3,12 |
PI3 |
Konsekuensi dari
keputusan pembelian prduk fashion
tidak dipikirkan secara mendalam. |
2 1,8% |
24 21,8% |
48 43,6% |
36 32,7% |
0 0% |
3,07 |
PI4 |
Saya melakukan
pembelian produk fashion karena
saya kagum dan merasa sangat senang. |
0 0% |
1 0,9% |
16 14,5% |
54 49,1% |
39 35,5% |
4,19 |
Uji Instrumen Penelitian
Untuk menguji validitas menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil uji validitas menunjukkan nilai loading factor >
0,50; ini berarti indikator yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kemampuan yang baik untuk
menjelaskan konstruk. Sedangkan uji
reliabilitas menunjukkan Cronbach’s
Alpha >
0.60; sehingga semua konstruk penelitian
reliabel. Hasil pengujian model structural
menggunakan Smart PLS 2 pada penelitian ini nampak pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil
Pengujian Model (Measurement of Model)
|
AVE |
Composite Reliability |
R Square |
Cronbachs Alpha |
Communality |
Redundancy |
DP |
0.6704 |
0.8582 |
0.0000 |
0.7711 |
0.6704 |
0.0000 |
IBT |
0.7198 |
0.9110 |
0.0000 |
0.8751 |
0.7198 |
0.0000 |
IBT * DP |
1.0000 |
1.0000 |
0.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
0.0000 |
IBT * ID |
1.0000 |
1.0000 |
0.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
0.0000 |
IBT * SP |
1.0000 |
1.0000 |
0.0000 |
1.0000 |
1.0000 |
0.0000 |
ID |
0.7761 |
0.9122 |
0.0000 |
0.8556 |
0.7761 |
0.0000 |
PI |
0.4151 |
0.7046 |
0.2677 |
0.4930 |
0.4151 |
0.0139 |
SP |
0.7021 |
0.9024 |
0.0000 |
0.9620 |
0.7021 |
0.0000 |
Sumber: Data primer diolah,
2016
Pengukuran
kesesuaian model penelitian pada Partial
Least Square dapat dilihat dengan menghitung nilai GOF (Goodness of FIT).
GOF =
Nilai GOF diperoleh 0,162 yang melebihi nilai cut off untuk kategori ukuran kecil dari
Q2 = 1 – (1 –
Nilai
Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis dilihat dari t statistics dan original sampel
pada path coefficient untuk mengetahui pengaruh antar variabel penelitian,
diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 9,
sedangkan Gambar 1 menunjukkan model hasil penelitiannya.
Tabel 9. Path Coefficient
|
Original Sample (O) |
Sample Mean (M) |
Standard Deviation (STDEV) |
Standard Error (STERR) |
t Statistics
(|O/STEERI) |
DP -> PI |
0.3422 |
0.3472 |
0.2996 |
0.2996 |
1.9556 |
IBT -> PI |
0.6409 |
0.6146 |
0.4586 |
0.4586 |
1.9762 |
IBT X DP -> PI |
0.4584 |
-0.4433 |
0.3578 |
0.3578 |
1.9812 |
IBT X ID -> PI |
0.1188 |
-0.0146 |
0.5323 |
0.5323 |
2.2334 |
IBT X SP -> PI |
0.4329 |
-0.2972 |
0.7086 |
0.7086 |
6.1095 |
ID -> PI |
0.3480 |
0.4437 |
0.4216 |
0.4216 |
8.2544 |
SP -> PI |
0.3066 |
0.3476 |
0.4386 |
0.4386 |
6.9914 |
Sumber: Data
primer diolah, 2016
Tabel 9. menunjukkan bahwa nilai original sample pengaruh
discount price terhadap pembelian
impulsif sebesar 0,342 dengan nilai t statistics sebesar 1,956; pengaruh in-store display terhadap pembelian impulsif sebesar 0,641
dengan nilai t statistic sebesar 8,254; pengaruh sales
people terhadap pembelian impulsif sebesar 0,307 dan nilai t statistic sebesar 6,991. Hal ini berarti variabel discount price, in-store display dan sales peole berpengaruh terhadap pembelian impulsif. Sedangkan
pengaruh impulse buying tendecy yang
memoderasi discount price, in-store display dan sales
people masing-masing variabel memiliki nilai sebesar 0,458; 0,119 dan 0,432 dan nilai t statistic sebesar 1,981; 2,233 dan 6,109. Hal ini berarti impulse buying tendecy memoderasi pengaruh dari discount price, in-store display dan sales people terhadap pembelian
impulsif.
Pengaruh discount
price pada pembelian impulsif
Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai t statistics
1,96 dengan nilai original
sample 0,34. Karena nilai t statistics ≥ 1,96; dapat disimpulkan bahwa
variabel discount price berpengaruh terhadap pembelian impulsif, sehingga hipotesis 1 didukung. Hasil temuan penelitian mengindikasi bahwa pemberian harga diskon yang dilakukan oleh perusahaan dapat meningkatkan pembelian
impulsif oleh konsumen Matahari. Hal ini memberikan pemahaman tentang perlunya
peningkatan pemberian diskon guna meningkatkan pembelian tidak terencana yang
dilakukan oleh konsumen di MDS Hartono
Lifestyle Mall.
Pengaruh in-store display pada pembelian impulsif
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai t statistics 8,25 dengan nilai original sample 0,35. Karena nilai t statistics ≥ 1,96; dapat disimpulkan bahwa
variabel in-store display berpengaruh terhadap pembelian impulsif, sehingga hipotesis 2 didukung. Hasil ini memberikan dukungan terhadap regulasi fenomena hubungan yang positif
terdapat pada studi terdahulu (Tendai dan Crispen, 2009; Hulten dan Vanyushyn,
2011). Hasil studi ini mengindikasikan bahwa in-store display yang baik dapat meningkatkan pembelian impulsif
yang dilakukan oleh konsumen MDS
Hartono Lifestyle Mall.
Gambar 1 Model Hasil Penelitian
Sumber: Data primer diolah, 2016
Pengaruh sales people terhadap pembelian
impulsif
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai t statistics 6,99 dengan nilai original sample 0,31. Karena nilai t statistics ≥ 1,96; dapat disimpulkan bahwa
variabel sales people berpengaruh terhadap pembelian impulsif, sehingga hipotesis 3 didukung. Hasil temuan studi ini mengindikasikan
bahwa karyawan Matahari dapat meningkatkan pembelian
tidak terencana yang dilakukan oleh konsumen. Untuk
meningkatkan pembelian impulsif perusahaan dapat meningkatkan peran karyawan dalam memberikan pengaruh terhadap konsumen.
Pengaruh discount price pada pembelian impulsif yang
dimoderasi oleh impulse
buying tendency
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai t statistics 1,98
dengan nilai original sample 0,46. Karena
nilai t statistics ≥ 1,96; ini
berarti impulse buying tendency memoderasi pengaruh discount price terhadap pembelian impulsif, sehingga hipotesis 4 didukung. Variabel discount price dianggap penting oleh konsumen yang memiliki
kecenderungan pembelian tidak terencana dalam
melakukan pembelian impulsif di MDS Hartono Lifestyle
Mall.
Pengaruh in-store display terhadap pembelian impulsif yang dimoderasi oleh impulse buying
tendency
Hasil
pengujian menunjukkan bahwa nilai t statistics 2,23 dengan nilai original sample 0,12. Karena nilai t statistics ≥ 1,96; ini berarti impulse buying tendency memoderasi pengaruh in-store display terhadap pembelian impulsif, sehingga hipotesis 5 didukung. Variabel in-store display dianggap penting oleh konsumen yang memiliki
kecenderungan pembelian tidak terencana dalam melakukan pembelian impulsif di MDS Hartono Lifestyle
Mall.
Pengaruh sales people terhadap pembelian impulsif yang dimoderasi oleh impulse buying tendency
Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai t statistics 6,11 dengan nilai original sample 0,43. Karena
nilai t statistics ≥ 1,96; ini berarti impulse buying tendency memoderasi pengaruh sales people terhadap
pembelian impulsif, sehingga hipotesis 6 didukung. Konsumen
yang memiliki kecenderungan pembelian tidak terencana lebih
mudah dipengaruhi oleh karyawan toko yang pandai berkomunikasi dan juga karyawan toko yang
melayani konsumen dengan baik dapat mempengaruhi dalam melakukan pembelian
impulsif.
KESIMPULAN
Penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bagi akademisi terkait dengan
proses pembelian impulsif. Hal ini didasarkan pada
keragaman yang terdapat pada penelitian ini memberikan
prespektif yang berbeda dari penelitian terdahulu (Beatty dan Ferrel, 1998;
Tendai dan Crispen, 2009; Foroughi, et al.,
2001; Hulten dan Vanyushyn, 2011). Studi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pemasar
terkait dengan konsep in-store stimuli
pada pembelian impulsif dengan keterlibatan impulse
buying tendency. Pemahaman ini
dapat memberikan perspektif yang dapat digunakan untuk mendesain stimulus dalam
toko, misal: discount, store display dan sales people yang
dapat meningkatkan pembelian impulsif.
Penelitian
ini diharapkan dapat memberi masukan kepada MDS baik dari segi promosi meliputi
diskon atau dari lingkungan toko seperti tata letak dan dari karyawan toko, karena dari
hasil penelitian yang telah dilakukan ketiga hal tersebut berpengaruh secara
positif terhadap pembelian impulsif. Dari hasil penelitian variabel diskon
menjadi faktor utama yang berpengaruh konsumen
terhadap pembelian impulsif, oleh sebab itu MDS perlu mempertahankan serta
meningkatkan program diskon yang lebih menarik untuk dapat mempengaruhi konsumen dan meningkatkan volume pembelian di MDS. Selain itu perlu mencermati stimulus-stimulus yang ada di dalam toko untuk ditingkatkan
lagi, sehingga dapat terus mempertahankan dan
meningkatkan pembelian impulsif di MDS Hartono Lifestyle Mall.
DAFTAR PUSTAKA
Andelaar, T. (2000). Electronic Commerce
and Implication for Market Structure: The example of the Art and Antiques
Trade. Journal of Computer Mediated Communication,
5(3): 112-120.
Anne, Ahira. (2007). Menyorot Pengertian Diskon dan Strategi Bisnis. http://www.anneahira.com/pengertian-discount.htm, diakses 23 September 2016
Arif, Isnaini. (2012). Model dan Strategi Pemasaran. NTB Press. Mataram.
Arikunto, Suharsimi. (2004). Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Rineka Cipta, Bandung.
Belch, G.E and Belch, M.A. (2009). Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communication Perspective.
9th Ed. McGraw Hill, New York
Assael, Henry. (2001). Consumer Behavior. 6th Ed. Thomson Learning, New York.
Basu, Swastha dan Irawan. (2003). Manajemen Pemasaran Modern. Liberty, Yogyakarta.
Beatty, S.E. & Ferrell, M.E. (1998). Impulse Buying: Modeling Its Precursors. Journal of Retailing, 74(2), 169-191.
Buedincho, P. (2003). Impulse Purchasing:
Trend or Trait?. Journal of Marketing, 27(Jan), 83-92.
Buchari, Alma. (2008). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta, Bandung.
Chin, W. W. (1998). The Partial Last Square Approach to Structural Equation
Modeling. Modern Methods for Business
Research, 295(2), 295-336.
Cummins, Julian. dan Roddy Mullin. (2004). Sales Promotion. PPM, Jakarta.
Dawson, S. and Kim, M. (2009). External and Internal Trigger Cues of Impulse Buying Online. Direct Marketing: An
International Journal, 3(1), 20-34.
Desrayudi. (2011). Pengaruh Price Discount, Bonus Pack, dan In-store Display Terhadap
Keputusan Impulse Buying Pada Supermarket Robinson di Kota Padang. Skripsi. FE Universitas Andalas. Padang.
Djarwanto, dan Pangestu Subagyo. (2005). Statistik Induktif. Edisi Kelima. BPFE, Yogyakarta.
Engel, J.F., Blackwell, R.D. and Miniard, P.W. (1995). Consumer Behavior, 8th Ed. Dryder, New York.
Foroughi, Amir and Sherilou, Mehdokht and Buang, Noor Aishah. 2011. Exploring Im pulse Buying Behavior
Among Irania Tourist In Malaysia. Journal
of Global Bussiness and Economics. 3(1), 121-133.
Gasiorowska, A. (2011). Gender As A Moderator
Of Temperamental Causes Of Impulse Buying Tendency. Journal of Consumer Behavior. 10(2), 119-142.
Geisser, J.R. (1975). The Predictive Sample
Reuse Method with Application. Journal of The American Statistical Association. 70, 320-328.
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS. Edisi kelima. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Grewal, Levy. (2008). Marketing. Mc-Graw Hill, New York.
Hair, J.F., Anderson, R.E.,Tatham, R.L., and Black, W.C. (2010). Multivariate
Data Analysis with Readings. 4th
ed. Prentice Hall, New Jersey.
Harmancioglu, N., Finney, R., Z., and Josep, M. (2009). Impulse Purchases of New
Products: An Empirical Analysis. Journal of Product and Brand Management, 18, 27-37.
Hawkins, Roger & Kenneth. (2004). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. Mc Graw-Hill, New York.
Hendri, Ma’ruf. (2005). Pemasaran
Ritel. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hulten, Peter & Vladimir, Vanyushyn. (2011). Impulse Purchase of
Groceries in France and Sweden. Journal
of Consumer Marketing, 28(5), 376-384.
Indriyanto & Supomo, (2002). Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi Keempat. BPFE, Yogyakarta.
Jogiyanto. (2004). Analisis
dan Desain. Andi Offset, Yogyakarta.
Kacen J.J. & Lee J. A. (2002). The Influence of Culture on Consumer
Impulsive Buying Behavior. Journal of
Consumer Psychology, 12(2), 163-176.
Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode Riset Bisnis & Ekonomi. Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip. (2005). Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Implementasi
dan Kontrol. Jilid
1 & 2. Indeks, Jakarta.
Lee, Jaeha. & Kim, K. P. J. (2010). Buying Fashion Impulsively:
Envirommental and Personal Influence. Journal
of Global Fashion Marketing, 1(1), 30-39.
Loundon, D. L. & Bitta, A. J. (1993). Consumer Behavior Concept and Application. 4th
Ed. McGraw Hill, New York.
Mahmoudin, M. & Mostafa, Ahmadinejad. (2011). Impulse Buying: The Role of Store Environmental Stimulation and Situation Factor (An Empirical Investigation). African Journal of Bussiness Management. 5(34), 210-222.
Mattila, S. Anna dan J. Wirtz. (2008). The Role of Store
Environmental Stimulation dan Social Factor on Impulse Buying Purchasing. Journal of Service Marketing, 22(7), 562-567.
Mowen, John, C dan Michael Minor. (2002). Perilaku Konsumen. Jilid Kedua. Erlangga, Jakarta.
Park, Chung-Hoon, and Young-Gul Kim. (2006). The Effect of Information Satisfaction and Relational
Benefit on Consumers Online Site Commitments. Journal of Electronic Commerce in Organization, 4(1), 70-90.
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. (2000). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keempat.
Erlangga, Jakarta.
Rook, D. W. (1987). The Buying Impulse. Journal of Consumer Research. 14(Sept), 189-199.
Rook, D. W. & Fisher, R. J. (1995). Normative Influences on Impulsive Buying Behavior. Journal of Consumer Research. 22(Dec): 305-313.
Rohman, F. (2012). Peran Nilai Hedonik Konsumsi
dan Reaksi Impulsif sebagai Mediasi Pengaruh Faktor Situasional terhadap
Keputusan Pembelian Impulsif di Butik Kota Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen. 7(2), 240-251.
Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat, Jakarta.
Simamora, Bilson. (2008). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sopiah, Syihabuddin. (2008). Manajemen Bisnis Ritel. Andi
Offset, Yogyakarta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND. Alfabeta, Bandung.
Sutisna. (2004). Perilaku Konsumen dan Komunilkasi Pemasaran. Rosda Karya, Bandung.
Tendai, M. & Chipunza, C. (2009). In-store Shopping Environment and Impulsive Buying. African Journal of Marketing Management, 1(4), 102-108.
Tirmizi, M. A., Rahman, Ur Kashif and Said, M. Iqbal. (2009). An Empirical Study of Consumer Impulse Buying Behavior
in Local Markets. European Journal of
Scientific Research. 28(4), 522-532.
Tjiptono, Fandy. (2002). Strategi
Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy & Gregorius, C. A. (2008). Pemasaran Strategik. Andi Offset, Yogyakarta.
Utami, Christian Widya. (2006). Manajemen Ritel. Salemba Empat, Jakarta.
Verplanken, B. and Herabadi, A. (2001). Individual Differences in Impulse Buying Tendency: Feeling and No Thinking. European Journal of Personality, 15, 571-583.
Wanni, R. C. T., and Alfa Tumbuan, W. J. F. (2015). The Influence of Price
Discount, Bonus Pack, and In-store Display on Impulse Buying Decision in Hypermart Kairagi Manado”. Jurnal EMBA, 3(3), 420-428.
Wold,
Herman. (1982). Partial Least Squares. Part 2. North-Holland, Amsterdam.