J-MKLI Vol. 1, No. 1, April 2017, pp: 18 - 33

 

Jurnal Manajemen dan Kearifan Lokal Indonesia

 

https://journal.apmai.org/v2/index.php/jmkli

 

 

MOTIVASI KEHADIRAN PENDUKUNG WANITA DI STADION SEPAKBOLA INDONESIA

 

Yoseph Benny Kusuma *

 

Business Creation Department, Institut Teknologi Kreatif Bina Nusantara, Malang

 

Info Artikel

________________

Sejarah Artikel:

Diterima : 2017-04-03

Disetujui : 2017-04-28

Dipublikasikan

2017-04-30

________________

Keywords:

Fanatisme; ladder of loyalty; sport management.

____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Sepak bola adalah olahraga populer yang disebut-sebut memiliki penggemar dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan olahraga lain di seluruh dunia. Para penggemarnya terdiri dari berbagai kalangan dan kelas sosial, dari anak-anak hingga orang dewasa, dari kelas buruh hingga bangsawan, dari rakyat jelata hingga presiden. Fenomena menarik yang muncul belakangan ini adalah pendukung klub sepakbola tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki tetapi juga mulai diisi dengan kehadiran perempuan.

Fanatisme supporter sepakbola dapat ditunjukkan dengan cara yang beragam, Seperti menggunakan atribut-atribut yang menunjukkan identitas tim. Bentuk lain dari kecintaan para suporter adalah didirikannya suatu fans club yang terdiri dari para pendukung tim tersebut.

Penelitian ini ingin mengamati bentuk perilaku para wanita yang mendukung klub sepakbola di Indonesia menunjukkan fanatisme mereka pada klub sepakbola yang mereka dukung. Selain itu akan digali informasi lebih dalam lagi mengenai motivasi yang mendorong mereka untuk menunjukkan perilaku fanatisnya dalam mendukung sebuah klub Sepakbola.

 

 

Abstract

___________________________________________________________________

Football is a popular sport that is said to have a number of fans a lot more compared to other sports around the world. His fans consist of various backgrounds and social classes, from children to adults, from the working class to the nobility, from commoners to the President. An interesting phenomenon that appeared to lately be a supporter of a football club is not only dominated by men, but also began to be filled with the presence of women.

Football supporter fanaticism can be shown with the diverse ways, such as using attribute-an attribute which indicates the identity of the team. Another form of love for the supporters was the establishment of a fan club consisting of supporters of the team.

This research would like to observe of the behavior of the women who supported Football Club in Indonesia showed their fanaticism on the football club they support. Furthermore, it will be dug up information more about motivation that encourages them to demonstrate the behavior of fanatisnya in favor of a football club.

 

*Alamat korespondensi :

   Business Creation Department, Institut Teknologi Kreatif Bina Nusantara, Malang

   ykusuma@binus.edu

 

 

 

 


 

Pendahuluan

Sepak bola adalah olahraga populer yang disebut-sebut memiliki penggemar dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan olahraga lain di seluruh dunia. Para penggemarnya terdiri dari berbagai kalangan dan kelas sosial, dari anak-anak hingga orang dewasa, dari kelas buruh hingga bangsawan, dari rakyat jelata hingga presiden (Horne dan Manzenreiter, 2002).

Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap pertandingan-pertandingan sepakbola; baik yang diselenggarakan di tingkat nasional maupun internasional; sangatlah tinggi. Bahkan Indonesia disebut-sebut sebagai negara dengan pendukung (supporter) sepakbola paling fanatik ketiga di dunia setelah Inggris dan Argentina (Astomo, 2013).

Pertandingan-pertandingan yang berlangsung dalam ajang liga sepak bola di Indonesia selalu dipenuhi penonton yang merupakan para pendukung tim yang sedang bertanding. Rata-rata tingkat kepadatan stadion di Indonesia pada suatu pertandingan sepakbola bisa mencapai 96% (Astomo, 2013). Para pendukung sepak bola tidak hanya memenuhi stadion ketika pertandingan dilakukan di kandang saja. Beberapa kelompok pendukung tim sepak bola seperti Bonek (pendukung tim Persebaya), Aremania(pendukung tim Arema), The Jak (pendukung tim Persija), dan Viking (pendukung tim Persib) tetap memenuhi stadion meskipun pertandingan tersebut dilakukan di stadion lawan yang berada di luar kota asal mereka.

Fanatisme supporter sepakbola dapat ditunjukkan dengan cara-cara yang beragam, Seperti halnya para fans selalu menggunakan atribut-atribut yang menunjukkan identitas tim kesayangan mereka seperti menggunakan kaos, topi, syal dan jaket. Bentuk lain dari kecintaan para suporter adalah didirikannya suatu fans club yang terdiri dari para pendukungtim tersebut. Di Indonesia sendiri semua tim sepakbola memiliki fans club, sebut saja Bonek untuk pendukung fanatik dari klub Persebaya Surabaya, Aremania untuk suporter fanatik dari Arema Malang dan masih banyak lagi.

Dewasa ini supporter sepak bola tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki tetapi juga perempuan. Adanya fenomena yang menarik dimana hampir setiap pertandingan sepakbola semakin sering ditemui kehadiran supporter wanita dan jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi di inggris dimana berdasarkan survey yang dilakukan oleh Sir Norman Chester Center for Football Research menunjukkan bahwa jumlah supporter perempuan menunjukkan bahwa jumlah supporter perempuan mencapai 12% dari total keseluruhan supporter Liga Premiere dan jumlahnya terus meningkat hingga 15% pada tahun 2002. Berdasarkan data Nielsen pada tahun 2013 diketahui bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam jumlah supporter wanita menjadi 32%, hal ini cukup mengejutkan yang berarti bahwa terjadi pergeseran perilaku pada konsumen wanita yang mulai berdatangan ke stadion untuk menonton pertandingan sepak bola (Nielsen, 2013). Puncaknya pada pagelaran Piala Dunia 2014 di Brazil, Fifa melaporkan bahwa 43% penonton piala dunia yang di tayangkan langsung secara global adalah wanita (http://www.adweek.com).

Penelitian ini ingin mengamati bentuk perilaku pendukung klub sepak bola Indonesia berjenis kelamin wanita. Selain itu akan digali informasi lebih dalam lagi mengenai motivasi-motivasi yang mendorong mereka untuk menunjukkan perilaku fanatisnya dalam mendukung sebuah klub Sepakbola. Obyek penelitian ini adalah para fans klub Sepakbola Indonesia yang berjenis kelamin wanita, seperti Jak Angel, Ladies Vikers, Deltanita, Aremanita, dan Bartgirl.

Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena penelitian-penelitian sebelumnya yang menginvestigasi perilaku pendukung klub sepak bola menggunakan responden yang hampir semuanya laki-laki. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Bauer dan Nicola (2004) mengenai pengaruh ekuitas merek sebuah klub sepak bola terhadap kinerja keuangan klub tersebut dengan menggunakan 1594 responden yang seluruhnya merupakan laki-laki. Demikian pula pada Jurnal yang berjudul Service improvement in a sports environment: a study of spectactor attendance yang diteliti oleh Iwarden et al (2005) menggunakan responden yaitu fans klub sepak bola Inggris yang seluruhnya pria. Fisher dan Birg (1998) pada penelitiannya mengenai tipologi fanatisme pendukung klub sepak bola pada saat klub kesayangannya menang atau kalah juga menggunakan responden yang seluruhnya merupakan pria. Selain itu, implikasi bagi dunia pemasaran adalah selama ini perusahaan melakukan aktivitas pemasaran produknya yang di endorse oleh pemain Sepak Bola hanya menyasar pada konsumen laki-laki, sedangkan untuk konsumen wanita masih minim. Penelitian mengenai perilaku pendukung klub sepak bola berjenis kelamin wanita; terlebih di Indonesia masih sangat terbatas sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan temuan yang menarik dan memperkaya pemahaman tentang perilaku konsumen dalam konteks pemasaran olahraga (sport marketing).

 

Kajian Teori

Sport Marketing

Sport marketing adalah aplikasi spesifik dari prinsip-prinsip pemasaran dan proses untuk produk olahraga dan pemasaran produk non olahraga melalui asosiasi dengan olahraga (Shank, 2009). Shank (2009) berpendapat dalam olahraga telah diasumsikan bahwa tujuan utama pertandingan adalah untuk menghibur dan memuaskan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa antara olahraga dan pemasaran memiliki sebuah kesamaan yaitu dalam hal memberikan kepuasan pada pelanggan sebagai tujuan utamanya.

Seorang sport marketer harus mengidentifikasi apa saja kebutuhan dan keinginan yang dapat dipuaskan melalui proses pertukaran. Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa proses pertukaran adalah proses mendapatkan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai balasannya. Beberapa hal yang didapat oleh sport consumer dalam hal ini yang membayar biaya keanggotaan atau biaya masuk antara lain adalah interaksi sosial, aktifitas fisik, kesehatan dan kebugaran serta hiburan. Misalnya bagi seseorang yang telah memiliki kartu keanggotaan suatu klub sepak bola akan memiliki kesempatan mendapatkan prioritas utama dan potongan harga ketika akan membeli tiket pertandingan klub sepak bola tersebut. Selain itu, anggota fans club tersebut juga memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan pemain klub tersebut dan berpeluang mendapatkan merchandise klub tersebut.

Pemasaran dalam bidang olahraga dianggap semakin penting karena terjadi perkembangan dalam industri olahraga yang cukup pesat. Olahraga telah menjadi salah satu bagian paling penting dan universal di berbagai negara. Perkembangan dalam industri olahraga dapat dilihat kehadiran penonton yang semakin banyak dalam beberapa pertandingan olahraga. Di Indonesia sendiri sepak bola merupakan salah satu olahraga yang banyak diminati oleh masyarakat. Terbukti dari rata-rata kehadiran penonton pada setiap pertandingan sepak bola mencapai 96% (Astomo, 2012). Liputan media juga turut menunjukan perkembangan industri olahraga baik di Indonesia maupun di negara lain. Munculnya media yang memuat berita khusus tentang olahraga, baik media cetak maupun elektronik semakin banyak; contohnya media cetak adalah tabloid Bola dan Soccer yang terbit secara mingguan, sedangkan di media elektronik adalah portal berita sportsatu.com atau acara televisi mingguan One Stop Football dan Galeri Sepak bola Indonesia. Dari jumlah pegawai yang terlibat dalam industri olahraga juga dapat membuktikan betapa besar industri ini berkembang. Di Amerika tercatat bahwa dalam industri olahraga telah melibatkan sebanyak 400.000 orang dalam setahunnya (Shank, 2009).

Jenis-jenis Fans

Bagi sebuah klub olahraga ataupun perusahaan, para penggemar adalah seorang konsumen. Klub olahraga atau perusahaan tersebut harus mampu memahami dengan baik para konsumen tersebut agar dapat memberikan kepuasan pada para konsumen. Penggemar atau fans terdiri dari beberapa kelompok jika dilihat berdasarkan karakteristiknya. Hunt (1999) telah mengelompokkan 5 jenis fans yaitu temporary fan, local fan, devoted fan, fanatic fan dan disfungsional fan.

1.        Temporary Fan

Menurut Hunt (1999) temporary fan adalah sekelompok orang yang memiliki ketertarikan pada suatu hal dan memiliki keterbatasan mengenai waktu. Setelah fenomena yang menarik selesai, penggemar tidak lagi termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang berhubungan dengan objek olahraga, melainkan kembali ke pola perilaku normal. Dengan demikian, temporary fan adalah penggemar untuk suatu acara olahraga yang dibatasi oleh waktu. Dalam hal ini batas waktu merupakan faktor utama yang membedakan temporary fan dari penggemar olahraga lainnya.

Sebagai contoh, ketika Piala Dunia 2014 di Brazil bergulir, seketika jumlah suporter sepak bola membeludak. Stand-stand Nonton bareng selalu dipenuhi oleh suporter, baik di Indonesia maupun di Luar Negeri. Akan tetapi setelah selesainya kompetisi Piala Dunia tersebut, jumlah penonton sepakbola sedikit berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat kompetisi berlangsung sebagian dari para penonton tersebut adalah temporary fan karena setelah selesainya kompetisi tersebut jumlah penonton menunjukkan tidak sebanyak ketika kompetisi sedang berlangsung dan para temporary fan kembali ke posisi mereka sebelumnya terhadap permainan sepak bola dan berperilaku normal terhadap sepakbola.

Cialdini et al. (1976) menyatakan bahwa teori “basking in reflected glory” (BIRG) sebagai cara untuk memahami penggemar. BIRGing melibatkan kecenderungan bagi seorang individu untuk mencoba internalisasi keberhasilan orang lain. Cialdini et al. (1976) menemukan bahwa para pelajar lebih cenderung memakai seragam sekolah untuk mengidentifikasi diri mereka setelah tim sepak bola sekolah menang, daripada setelah tim mereka kalah. Selain itu, para pelajar lebih cenderung menggunakan kata “kami” untuk menggambarkan kemenangan (kami menang), dan kata ganti “mereka” untuk menggambarkan kekalahan (mereka kalah). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggemar memisahkan diri mereka dari tim yang gagal. Fenomena ini telah disebut sebagai “cutting-off reflected failure” atau CORFing. Dengan demikian, keinginan untuk BIRG dan CORF mungkin sumber motivasi penting yang mendasari perbedaan antara penggemar sementara dan jenis lain dari penggemar olahraga.

2.        Local Fan

Apabila temporary fan dibatasi oleh keterbatasan waktu, local fan juga memiliki keterbatasan yaitu berupa kendala geografis. Local fan menampilkan perilaku “fan-like” karena identifikasi dari area geografis. Jones (1997) menemukan bahwa terdapat dua alasan yang paling sering dijadikan alasan oleh para penggemar untuk mendukung tim sepak bola favorit mereka adalah karena tim tersebut adalah tim lokal (53 %) dan penggemar lahir di kota tersebut (10 %). Namun, seperti penggemar sementara, penggemar lokal masih memiliki kendala: jika seorang penggemar lokal pindah dari kota di mana target skema terletak, pengabdian seorang penggemar pun akan berkurang.

3.        Devoted Fan

Saat temporary fan terbatas dalam hal waktu dan local fan dibatasi oleh geografis, tidak ada batasan seperti itu pada devoted fan. Pada awalnya, para devoted fan merupakan temporary fan atau local fan. Motivasi dan ketertarikan mereka terhadap objek konsumtif (kepribadian, tim, liga, atau olahraga) meningkat, sehingga melewati batas-batas waktu dan tempat. Para devoted fan tetap setia kepada tim atau pemain bahkan ketika event jangka pendek yang memikat perhatian mereka tersebut telah berakhir atau jika mereka keluar dari konteks lokasi geografis mereka (Hunt, 1999).

Menurut Ball dan Tasaki (1992), seseorang melekat pada objek tertentu ke tingkatan objek yang lebih tinggi yang digunakan untuk mempertahankan konsep dirinya. Dengan kata lain, obyek yang melekat pada dirinya memainkan hubungan kunci dalam menjadi diri idealnya. Semakin objek merupakan bagian dari identitas konsumen, semakin banyak konsumen menunjukkan perilaku perlindungan terhadap objek, semakin besar upaya konsumen menghabiskan pada pemeliharaan objek, dan kesulitan konsumen lebih emosional dalam menerima kerusakan atau kehilangan obyek.

4.        Fanatic Fan

Bagi para  fanatic fan menjadi seorang penggemar merupakan bagian yang penting bagi identifikasi diri mereka. Namun masih ada setidaknya satu aspek kehidupan mereka (keluarga, pekerjaan, atau agama) bahwa individu tersebut menggunakannya untuk identifikasi yang lebih kuat daripada menjadi seorang penggemar biasa (Hunt, 1999). Perbedaan utama antara devoted fan dan fanatic fan diwujudkan melalui perilaku aktual terhadap target skema atau objek olahraga. Para fanatic fan terlibat dalam perilaku yang berada di luar devoted fan, namun perilaku ini diterima oleh orang lain yang signifikan (keluarga, teman, dan penggemar lainnya) karena dianggap mendukung target dalam hal ini olahraga, tim, atau pemain.

Yang membedakan antara devoted fan dan fanatic fan adalah apabila seorang devoted fan hanya sekedar datang ke sebuah pertandingan sepakbola, maka seorang fanatic fan akan datang dengan menggunakan kostum klub yang dibelanya. Beberapa diantara mereka rela mengecat tubuh mereka dengan gambar atribut klub yang mereka bela dan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan devoted fan seperti ikut menyanyikan lagu klub tersebut saat menyaksikan pertandingan. Sebagian besar para fanatic fan juga memiliki koleksi benda-benda dengan ornamen klub kesayangan mereka, bahkan mengecat tembok kamar atau rumahnya dengan warna dan logo klub tersebut serta menghias kamar dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan klub tersebut. Orang-orang yang seperti inilah yang diklasifikasikan sebagai fanatic fan, karena telah menunjukkan sejauh mana keterlibatannya dengan tim yang membedakan dengan devoted fan. Wann dan Branscombe (1993) menemukan bahwa penggemar memilih memiliki  teman yang sama-sama mendukung tim yang sama. Smith et. Al (1981) menyatakan bahwa penggemar olahraga yang sangat berkomitmen  cenderung memiliki teman yang sama-sama tertarik pada olahraga yang sama. Penggemar tersebut juga membaca mengenai olahraga tersebut dalam majalah maupun koran sehari-hari.

5.        Dysfunctional Fan

Kategori terakhir dari jenis-jenis penggemar dalam klasifikasi ini adalah penggemar disfungsional. Penggemar disfungsional menjadikan dirinya sebagai seorang penggemar sebagai metode utama dalam identifikasi diri mereka (Hunt, 1999). Para penggemar disfungsional menggunakan tim, pemain, atau apapun dalam skema target sebagai metode utama untuk mengidentifikasi dirinya kepada orang lain dan diri sendiri.

Hal yang membedakan diantara penggemar fanatik dengan penggemar disfungsional adalah bahwa penggemar fanatik menganggap menjadi seorang penggemar merupakan sebagai bagian yang penting dari identifikasi diri, sedangkan bagi penggemar disfungsional menjadikan dirinya sebagai penggemar merupakan sebagai bentuk utama dari identifikasi diri. Perbedaan dalam keterikatan antara penggemar fanatik dan penggemar disfungsional terwujud bukan oleh sejauh mana yang terlibat dalam perilaku penggemar, melainkan derajat dimana perilaku yang anti-sosial, mengganggu, atau menyimpang. Seringkali para penggemar disfungsional terlibat dalam perilaku yang mengganggu acara dan pertukaran sosial di sekitar acara daripada terlibat perilaku yang mendukung tim. Penggemar disfungsional dengan mudah akan terlibat dalam perilaku kekerasan atau mengganggu lainnya dengan dalih bahwa perilaku ini agak dibenarkan karena menjadi penggemar. Daripada terlibat dalam perilaku yang mendukung tim, penggemar disfungsional terlibat dalam perilaku yang mengganggu acara dan pertukaran sosial di sekitarnya acara.

Motivasi

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).

Setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi tersebut ikut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan tersebut berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam, maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dapat diartikan juga sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat (Uno, 2008).

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan atau keinginan dalam diri manusia yang menyebabkan individu melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

Menurut Suarli dan Bahtiar (2010), berdasarkan bentuknya motivasi dapat terdiri atas:

a.         Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam individu.

b.        Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu.

c.         Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

Loyalitas

Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan oleh Kotler dan Keller (2007:175) sebagai komitmen yang dipegang kuat untuk membeli atau berlangganan produk atau jasa tertentu di masa depan meskipun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang menyebabkan perubahan perilaku. Loyalitas sebagai kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang (Mowen dan Minor, 1998:23). Oliver (1997) dalam Anderson dan Jacobsen (2000) mendefinisikan konsep loyalitas sebagai sebuah komitmen yang sangat mendalam untuk melakukan pembelian ulang atau terus memberikan dukungan pada sebuah produk atau jasa. Hal ini senada dengan Solomon (2007) yang mendefinisikan loyalitas merek sebagai sebuah perilaku pembelian berulang secara refleks dan pengambilan keputusan alam bawah sadar untuk terus membeli merek yang sama.

Cram (2001) mendefinisikan loyalitas sebagai sebuah hubungan emosional, sebuah kerelaan untuk bergabung dan mendukung sebuah hubungan. Ini adalah sebuah pengaruh yang didasarkan pada rasa hormat dan kepercayaan. Hal ini mengungkapkan bahwa sebuah hubungan emosional antara konsumen dan merek merupakan landasasan utama terciptanya sebuah loyalitas atau kesetiaan pelanggan. Lebih dari itu, loyalitas yang dirasakan pelanggan tidak hanya tercermin dalam pembelian ulang sebuah barang atau jasa melainkan juga kesediaan mereka untuk selalu berhubungan dengan sebuah produk atau jasa.

Menurut Oliver (1997) loyalitas pelanggan sendiri terdiri dari 4 fase yang berbeda yaitu loyalitas kognitif, loyalitas afektif, loyalitas konatif dan loyalitas aksi. Yang dimaksud dengan loyalitas kognitif (cognitive loyalty) adalah loyalitas yang dibentuk dari banyaknya informasi yang dimiliki oleh seorang pelanggan yang memudahkan ia untuk memilih satu merek di antara merek-merek yang lain. Sebagai contoh, ketika salah satu klub sepakbola secara konsisten dapat menunjukkan prestasinya dibandingkan dengan klub sepakbola yang lainnya. Informasi ini cukup untuk mendorong konsumen untuk terlibat dengan klub sepakbola tersebut. Namun demikian, Oliver (1997:392) menyatakan bahwa loyalitas kognitif tidak cukup untuk menciptakan loyalitas yang kuat. Ketika klub lain mampu menunjukkan prestasi yang lebih baik secara konsisten maka loyalitas konsumen akan berpindah pada klub tersebut.

Fase yang kedua adalah fase loyalitas perasaan (affective loyalty). Pada fase ini, komitmen konsumen dapat dipandang sebagai loyalitas perasaan. Menurut Oliver (1997:393) loyalitas pada fase ini lebih sulit untuk bergeser karena loyalitas itu sendiri diartikan dalam pikiran konsumen sebagai sebuah perasaan, bukan hanya sebagai kognisi. Kognisi dapat dipengaruhi secara langsung oleh informasi lain yang bertentangan, sedangkan perasaan dibentuk dari keterpaduan kognisi (informasi) dan penilaian konsumen atas suatu merek.

Loyalitas konatif (conative loyalty) merupakan loyalitas yang mengandung komitmen untuk membeli secara mendalam karena tidak hanya diwujudkan dalam bentuk perasaan yang kuat namun juga dalam bentuk niat berperilaku untuk menunjukkan loyalitas tersebut. Crosby dan Tailor (dalam Oliver, 1997:393) berpendapat bahwa behavioral commitment (niat) dapat mengakibatkan preferensi pemilih tetap stabil dalam jangka waktu yang cukup panjang. Jika perasaan menyatakan bahwa loyalitas hanya bersandar pada perasaan dan motivasi konsumen, maka behavioral commitment (niat) menyiratkan keinginan untuk berusaha melakukan tindakan.

Konsep loyalitas pada konteks komunitas merek juga dinilai bukan hanya dilihat terbatas pada perilaku pembelian ulang, namun juga hubungan dengan pelanggan lain termasuk didalamnya komunitas merek. Pada gambar 2.2 dibawah ini digambarkan tahapan pembentukan hubungan antara konsumen dengan perusahaan atau disebut tangga loyalitas (ladder of loyalty).

Partner: someone who has the relationship of a partner with you

Advocate: someone who actively recommends you to others, who does your marketing for you

Supporter: someone who likes your organization, but only supports you passively

Client: someone who has done business with you on a repeat basis but may be negative, or at best neutral, towards your organization

Purchaser: someone who has done business just once with your organization

Prospect: someone whom you believe may be persuaded to do business with you

Sumber: Christopher, et al (2002:48)

 

 

Gambar 1. Ladder of Loyalty

 

            Setelah menguraikan landasan teori dalam penelitian ini, maka diajukan pertanyaan penelitian (Research question). Berdasarkan rumusan masalah, yaitu “Faktor-faktor apa yang memotivasi wanita untuk menunjukkan perilaku fanatik pada klub sepak bola kesayangan mereka” dan “Bagaimana tipologi loyalitas pendukung wanita klub sepak bola”; serta landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya maka dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.        Apakah alasan seorang wanita mendukung klub Sepak bola?

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka akan dilakukan in-depth interview atau wawancara secara mendalam dengan wanita pendukung klub sepak bola Indonesia.

2.        Bagaimana tingkatan keterkaitan suporter dengan klub?

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka akan dilakukan in-depth interview atau wawancara secara mendalam dengan wanita pendukung klub sepak bola Indonesia.

3.        Bagaimana cara-cara suporter wanita mendukung klub sepak bola idolanya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka akan dilakukan in-depth interview atau wawancara secara mendalam dengan wanita pendukung klub sepak bola Indonesia.

 

 

 

Metode Penelitian

Pendekatan Penelitian

Penelitian eksploratif adalah jenis rancangan riset dengan tujuan utama mendapatkan gambaran umum serta memahami situasi masalah yang dihadapi peneliti (Malhotra, 2004). Menurut Churchill, Jr (2005 : 132), tujuan umum dari riset eksploratif adalah untuk mendapatkan masukan-masukan dan ide-ide. Secara khusus studi eksploratif digunakan untuk tujuan merumuskan sebuah masalah untuk penyelidikan yang lebih tepat, mengembangkan hipotesis, menetapkan prioritas untuk riset lebih lanjut, mengumpulkan informasi tentang masalah praktis dalam melaksanakan riset, meningkatkan pengetahuan analis tentang masalah yang dihadapi, serta menjelaskan konsep-konsep. Secara umum, riset eksploratif sesuai untuk setiap permasalahan yang belum banyak diketahui.

Studi eksploratif dilakukan karena studi harus dilakukan melalui pengamatan pada suporter klub sepak bola berjenis kelamin wanita. Selain itu, interview juga dilakukan pada suporter klub sepak bola berjenis kelamin wanita guna mengetahui bentuk-bentuk fanatisme dan loyalitas seorang wanita terhadap klub sepak bola favorit mereka.

Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari hasil wawancara dengan anggota suporter klub sepak bola Indonesia yang berjenis kelamin wanita. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan (Bungin, 2008). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan sumber lain yang mendukung dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti seperti buku teks, jurnal, artikel, dan internet.

Menurut Sayre (2010), dalam penelitian kualitatif, jenis data yang diperlukan adalah data primer yang didapat dari hasil penelitian secara langsung kepada obyek penelitian atau unit kata-kata melalui wawancara langsung dengan subyek penelitian. Jenis data yang digunakan berupa data primer, yaitu data-data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan obyek penelitian dan pada umumnya bersifat up to date.

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat seperti yang telah dikemukakan, jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:

1.        Motivasi para wanita pendukung klub sepak bola untuk menunjukkan perilaku fanatik mereka pada klub sepakbola kesayangan mereka. Data yang diperlukan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada wanita anggota fans klub sepak bola Indonesia.

2.        Perwujudan fanatisme dan loyalitas wanita pendukung klub sepak bola terhadap klub kesayangannya. Data yang diperlukan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada wanita anggota fans klub sepak bola Indonesia.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan in-depth interview, yaitu wawancara personal, langsung dan tidak terstruktur yang didalamnya narasumber digali untuk mengungkapkan motivasi, kepercayaan, sikap dan perasaan dasar atas sebuah topik oleh pewawancara (Maholtra, 2004). Penelitian ini menggunakan metode in-depth interview atau wawancara secara mendalam karena dibutuhkan reaksi responden melalui alasan-alasan serta motivasi mereka yang sangat mendalam tanpa adanya pengaruh dari orang lain. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc Daniel dan Gates (2006) yang menyatakan bahwa wawancara secara mendalam secara historis berarti wawancara satu-per-satu secara relatif tidak berstruktur. Mereka kemudian memaparkan bahwa wawancara mendalam merupakan wawancara satu-lawan-satu yang menyelidiki dan mencari jawaban rinci untuk pertanyaan-pertanyaan, sering kali menggunakan teknik non-direktif untuk menyingkap motivasi-motivasi yang tersembunyi. Mariampolski (2001) merinci jumlah narasumber rata-rata 5 hingga 50 responden. Waktu yang dibutuhkan antara 30 menit hingga 1 jam lebih (Maholtra, 1999).

Terdapat tiga teknik yang digunakan dalam wawancara mendalam yaitu teknik laderring, pertanyaan dengan masalah tersembunyi, dan analisis simbolis (Maholtra, 2004). Dalam penelitian ini teknik wawancara yang akan dilakukan adalah laddering karena pertanyaan penelitian yang bersifat berurutan dan mencoba mengungkap motivasi wanita dalam mendukung klub sepak bola favorit mereka. Struktur wawancara menggunakan Semi-structured Interviews, yaitu menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam panduan interview dengan suatu fokus pada isu atau area topik yang harus dicakup dan alur pemikiran yang harus diikuti (Daymon dan Holloway, 2002).

Tahapan In-depth Interview

In-depth Interview memiliki beberapa tahapan dalam proses pengumpulan datanya, tahapan tersebut yaitu sebagai berikut:

1.         Persiapan awal

Pada persiapan awal, peneliti membuat janji dengan narasumber untuk melakukan wawancara.

2.         Proses memasuki lokasi atau objek penelitian

Pada tahap ini, peneliti menanyakan motivasi narasumber dalam mendukung klub idolanya. Hal tersebut dilakukan sebagai pemanasan agar narasumber nyaman dengan kehadiran peneliti. Kemudian, peneliti meminta narasumber untuk mengisi lembar kuesioner mengenai data demografi. Selanjutnya, peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan apa yang dapat dilakukan oleh narasumber saat pencarian informasi. Lebih lanjut, narasumber diminta untuk menceritakan pikiran, perasan dan opininya mengenai klub sepakbola idolanya agar peneliti mengetahui tingkat keterikatan narasumber dengan klub idolanya sehingga memudahkan peneliti saat melakukan analisis.

3.         Proses Pengumpulan data

Peneliti akan melakukan wawancara untuk mengetahui lebih mendalam tentang aktivitas yang telah dilakukan oleh narasumber. Dalam pengamatan ini, peneliti membutuhkan alat tulis untuk mencatat informasi penting seperti laptop yang telah dilengkapi dengan Software Keylogger dan handycam untuk merekam aktivitas yang dilakukan narasumber agar tidak kehilangan informasi yang dibutuhkan.

4.         Snowball sampling

Setelah aktivitas pengumpulan data selesai, peneliti meminta rekomendasi nama orang yang bisa dijadikan narasumber selanjutnya dalam penelitian ini. Teknik ini dilakukan karena peneliti tidak mengetahui siapa saja narasumber yang bisa dilibatkan dalam proses pencarian informasi ini.

Metode Pemilihan Narasumber

Pemilihan narasumber dalam penelitian ini menggunakan snowball sampling. Peneliti telah merencanakan orang pertama yang dijadikan sumber data. Narasumber tersebut dipilih karena telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Kemudian, kepada narasumber pertama, peneliti meminta rekomendasi nama suporter wanita klub sepak bola Indonesia yang dapat dijadikan sebagai narasumber selanjutnya. Hal ini dilakukan seterusnya hingga data yang didapatkan oleh peneliti sudah jenuh.

Narasumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wanita suporter klub sepak bola Indonesia yang tergabung dalam kelompok-kelompok pendukung klub sepak bola. Suporter merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang secara relatif tidak teratur dan terjadi karena ingin melihat sesuatu (Soekanto, 1990).

Lebih lanjut, peneliti mewawancarai 8 wanita pendukung klub sepak bola Indonesia dari beberapa kota di Indonesia yang tergabung dalam basis-basis atau kelompok suporter klub sepak bola. Berdasarkan data yang diperlukan, maka partisipan yang akan menjadi narasumber dalam penelitian nantinya adalah orang yang memiliki karakteristik:

1.      Berjenis Kelamin Wanita;

2.      Anggota suporter klub Sepak Bola Indonesia;

Peneliti memilih suporter wanita pertama untuk di wawancarai dengan pertimbangan narasumber paling mudah di raih, yaitu suporter wanita klub Deltras Sidoarjo. Setelah selesai mewawancarai narasumber pertama, peneliti meminta rekomendasi suporter wanita lain yang dapat di wawancarai. Dari narasumber pertama peneliti memperoleh dua narasumber yang memenuhi kriteria untuk di wawancarai. Untuk memperoleh narasumber yang berbeda dengan narasumber lainnya peneliti meminta rekomendasi suporter dari daerah yang berbeda dengan narasumber pertama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Alur Snowball Sampling

 

 

Keterlibatan Peneliti dalam Penelitian

Pada penelitian ini peneliti membatasi keterlibatan peneliti dalam proses wawancara. Peneliti hanya menstimulus narasumber untuk mengungkapkan opini mengenai klub yang didukungnya dengan cara mengajukan  pertanyaan-pertanyaan yang mendukung penelitian. Selain itu peneliti akan melakukan dokumentasi baik secara foto maupun video dengan menggunakan kamera saku dan handycam.

Pembatasan keterlibatan ini bertujuan agar peneliti dapat mengurangi subyektifitas penelitian dan meningkatkan obyektifitas penelitian dengan membiarkan narasumber mengintepretasikan sendiri cara mendukung klub idolanya. Namun peneliti tetap memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menarik narasumber untuk menunjukkan cara perilaku fanatik yang lebih mendalam.

Teknik Analisis

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis tematik. Peneliti mentraskrip data hasil observasi dan wawancara agar bisa dianalisis lebih lanjut. Proses analisis dilakukan dengan bantuan software nvivo 10. Koding memudahkan peneliti mengatur data yang begitu banyak dan merupakan langkah pertama untuk mengembangkan kategori, pola dan konsep.

 

 

Triangulasi

Menurut Rahardjo (2012) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan suatu pendekatan multi-metode dalam penilitian kualitatif yang dilakukan oleh penliti saat mengumpulkan maupun menganalisis data. Stainback (1998) dalam Sugiyono (2008) mengatakan bahwa tujuan triangulasi bukan untuk mencari kebenaran beberapa fenomena, tetapi lebih meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Maulan (2009) menjelaskan bahwa triangulasi cara untuk validasi silang hasil penemuan kualitatif. Dengan triangulasi, hasil penelitian kualitatif menjadi lebih kredibel.

Maulana (2009) menyatakan triangulasi ada tiga macam, yaitu triangulasi sumber/responden, teknik pengumpulan data, dan waktu yang dilakukan untuk pengambilan data. Dalam penelitian ini, triangulasi dilakukan dengan cara triangulasi sumber data dan teknik pengumpulan data. Triangulasi sumber data dilakukan dengan mengumpulkan data dari suporter klub sepak bola dan pakar. Pemilihan pakar sebagai triangulasi sumber data dilakukan, karena pakar lebih memahami tentang suatu fenomena yang dikuasainya. Selanjutnya, triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, shadowing dan in-depth interview agar peneliti mendapatkan informasi yang mendalam.

 

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Umum Penelitian

Penelitian ini fokus membahas tentang bagaimana perilaku fanatik pendukung wanita klub sepak bola di Indonesia. Pendukung wanita yang menjadi subyek penelitian ini yaitu Bartgirl Banjarmasin, Deltanita Sidoarjo, Curva Sud Gresik Wedok, Jak Angel Ngalam, dan Aremanita Malang. Penelitian ini memperhatikan tentang bagaimana motivasi untuk mendukung sebuah klub sepak bola, tingkat keterikatan, serta bentuk dukungan dari subyek penelitian sehingga dapat dikelompokkan dalam Ladder of Loyalty.

Bartgirl merupakan komunitas pendukung klub sepak bola Barito Putera yang memiliki Home Base di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan. Komunitas ini merupakan bagian dari Bartman yang terlebih dahulu berdiri, dimana Bartgirl di khususkan bagi pendukung barito yang berjenis kelamin wanita. Deltanita Sidoarjo adalah sekumpulan supporter wanita yang mendukung klub Sepak bola Deltras Sidoarjo, komunitas ini berdiri tepat setahun setelah induk Suporter Deltras, Deltamania diresmikan. Curva Sud Gresik Wedok merupakan sekelompok suporter wanita klub Persegres Gresik yang selalu berkumpul di tribun selatan setiap kali pertandingan Persegres. Jak Angel Ngalam adalah pendukung wanita Persija Jakarta yang bermukim di kota Malang Jawa Timur. Aremanita merupakan Pendukung wanita klub Arema Malang yang juga bagian dari Kelompok suporter Aremania.

Peneliti melakukan wawancara kepada 8 orang yang tergabung dalam kelima komunitas diatas dengan rata-rata durasi sekitar 45 sampai dengan 60 menit wawancara. Adapun demografi dari informan ditunjukkan pada Tabel 1. sebagai berikut.


Tabel 1. Demografi Informan Penelitian

No

Nama

Umur

Pekerjaan

Komunitas Suporter

Pendidikan

Status Pernikahan

1

Devie Christie

31

Ibu Rumah Tangga

Deltanita

S1

Menikah

2

Nina Megasari

24

Mahasiswa

Bartgirl

SMA

Lajang

3

Dewi Ariyanti

22

Mahasiswa

Bartgirl

SMA

Lajang

4

Novie Indri (Bunbun)

27

Wiraswasta

Aremanita

S1

Lajang

5

Amelia Dwi Puspita

25

Karyawan

Jak Angel

S1

Lajang

6

Usi Sulistyowati

23

Karyawan

Aremanita

SMA

Lajang

7

Nur Hayati

23

Mahasiswa

Ultras wedhok

SMA

Lajang

8

Alisia

20

Karyawan

Jak Angel

SMA

Lajang

Sumber: data primer diolah

 

            Data hasil transkrip wawancara menghasilkan gambaran perilaku fanatisme pendukung wanita klub sepakbola di Indonesia. Selanjutnya data tersebut di impor kedalam software Nvivo 10.0 untuk memudahkan proses coding. Data tersebut disajikan dengan cara mengelompokkan berdasarkan tema pertanyaan berikut ini:

1.        Alasan seorang wanita mendukung klub sepak bola.

2.        Tingkat Keterikatan terhadap klub sepak bola.

3.        Bentuk-bentuk dukungan seorang wanita terhadap klub sepak bola.

Setelah melakukan proses analisis data dan menghasilkan beberapa wawasan dan pembelajaran dari analisis tersebut, maka bagian pembahasan ini akan memadukannya menjadi suatu kesatuan yang dapat diambil intisarinya. Berdasarkan proses penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa proposisi, antara lain:

Proposisi 1 : Keluarga merupakan influencer utama bagi Suporter wanita untuk mulai menyaksikan pertandingan sepak bola.

Proposisi 2 : Kesamaan daerah merupakan alasan utama suporter wanita dalam memilih klub sepak bola idola.

Proposisi 3 : Pengalaman menghadiri pertandingan atau even sepak bola secara langsung mengubah seorang wanita dari sekedar pengamat menjadi suporter sepak bola.

Proposisi 4 : Pandangan negatif masyarakat terhadap suporter wanita sepak bola tidak mempengaruhi keinginan suporter wanita untuk mendukung klub sepak bola.

Proposisi 5 : Bergabungnya suporter wanita dalam komunitas suporter sepak bola mempengaruhi keputusan suporter wanita dalam membela atau mengklarifikasi isu negatif yang menimpa klub idolanya.

Proposisi 6 : Harga merupakan pertimbangan utama suporter wanita dalam merencanakan pembelian merchandising klub.

Proposisi 7 : Intensitas menonton pertandingan langsung di stadion mempengaruhi kesediaan suporter wanita dalam memberikan dukungan secara finansial kepada klub.

Proposisi 8 : Tingkatan loyalitas dari suporter wanita terdiri atas 5 tingkatan, yaitu Purchaser, Client, Suporter, Advocate, dan Partner.

 

 

Implikasi Penelitian

Penelitian ini menunjukkan bagaimana motivasi yang membentuk perilaku fanatik suporter wanita dalam mendukung klub sepak bola idolanya. Selain itu, ditunjukkan pula bagaimana tingkatan loyalitas suporter wanita yang terdiri dari 5 tingkatan, yaitu purchaser, client, supporter, advocate, dan partner.

Loyalitas konsumen, tidak mendorong suporter wanita untuk melakukan pembelian merchandising atau produk dari merek (klub sepak bola) tanpa harus mepertimbangkan harga, desain maupun kualitas. Menurut Simamora (2000), keuntungan dari adanya loyalitas pelanggan adalah berkurangnya pengaruh serangan dari para kompetitor produk sejenis. Selain itu konsumen yang loyal pada akhirnya mereka tidak akan begitu mempermasalahkan harga. Maka penelitian mengenai loyalitas suporter wanita terhadap pembelian merchandising akan sangat menarik untuk diteliti lebih dalam.

Manajemen klub sepak bola Indonesia seringkali mengabaikan potensi yang muncul akibat meningkatnya jumlah suporter wanita yang menonton pertandingan secara langsung di stadion. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa keluarga merupakan lingkup awal yang mempengaruhi perilaku fanatisme suporter wanita dalam mendukung klub sepak bola.Selain itu, wanita memutuskan untuk terlibat lebih dalam dengan pertandingan sepak bola, atau dapat dikatakan memutuskan menjadi suporter setelah merasakan atmosfir pertandingan secara langsung. Manajemen dapat memaksimalkan potensi ini dengan cara memberikan promosi potongan harga tiket masuk kepada suporter laki-laki yang mengajak keluarganya yang wanita untuk ikut menonton pertandingan sepak bola secara langsung di stadion.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kesamaan daerah merupakan faktor utama yang menjadi alasan suporter wanita memilih klub sepak bola yang didukungnya. Manajemen klub sepak bola perlu melakukan Branding yang lebih kuat terhadap kedaerahan klub sepak bola sehingga meningkatkan kewajiban moral untuk mendukung klub sepak bola lokal. Selain itu manajemen juga menonjolkan kearifan-kearifan lokal daerah yang bisa memperkuat citra kedaerahan klub sepak bolanya.

Keterbatasan Penelitian

Kondisi sepak bola Indonesia yang vacuum karena terjadi perselisihan antara Kementrian Pemuda dan Olahraga dengan induk organisasi sepak bola Indonesia yaitu PSSI, menyebabkan peneliti tidak dapat melakukan observasi secara langsung mengenai bagaimana suporter wanita menunjukkan dukungan langsungnya di stadion. Apabila kondisi sepak bola sudah kondusif, dengan kata lain pertandingan sepak bola di Liga Indonesia berjalan dengan normal dan reguler, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode etnografi yang menggabungkan observasi, shadowing,dan in-depth interview guna memperoleh hasil yang lebih mendalam.

Jumlah narasumber yang hanya berjumlah 8 orang dan hanya mendukung klub-klub sepak bola liga Indonesia hanya dari 4 kota di Indonesia sehingga perbedaan sosial budaya antar narasumber tidak terlalu kaya, sehingga variasi respon yang muncul juga tidak terlalu tinggi. Kelemahan ini dapat diatasi pada penelitian selanjutnya yaitu dengan menggunakan narasumber yang lebih banyak yang berasal dari kota-kota yang lebih bervariasi sehingga disparitas dapat lebih ditingkatkan.

 

KESIMPULAN

Alasan seorang wanita mendukung klub sepak bola terbentuk oleh adanya dorongan motif afiliasi, yaitu kebutuhan atau dorongan manusia untuk menjadi bermakna interaksinya dengan manusia yang lain; social identity, yaitu  kebutuhan untuk mendapatkan keberhargaan diri sebagai seorang suporter lokal; dan moral responsibility, yaitu kewajiban moral sebagai warga suatu daerah untuk mendukung klub lokal.

Faktor sosial budaya yang mempengaruhi pendukung wanita dalam menunjukkan dukungannya pada klub sepakbola kesayangannya faktor keluarga terutama anggota keluarga laki-laki. Sedangkan faktor agama tidak mempengaruhi keinginan pendukung wanita untuk menunjukkan dukungannya pada klub sepak bola kesayangannya.

Ikatan emosional pendukung wanita terhadap klub sepakbola yang dicintainya dapat diidentifikasikan terdiri dari beberapa tingkatan; yaitu Purchaser, Client, Suporter, Advocate, dan Partner.

Suporter wanita menunjukkan dukungannya kepada klub sepak bola dan pemain dengan cara memberi dukungan emosional melalui sosial media, dukungan material ketika klub mengalami masalah keuangan, dan dukungan berupa kehadiran disetiap pertandingan resmi maupun uji coba atau bahkan saat latihan rutin klub sepak bola.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aaker, D. A. (2004). “Managing brand equity”. New York: Free Press.

Astomo, K. R. (2012). Suporter Indonesia Terfanatik Ketiga di Dunia. Diakses pada 1 Desember 2013, dari http://m.beritajatim.com/detailnews.php/5/Olah raga/2012-06- 06/137686/Suporter_Indonesia _ Terfanatik_Ketiga_di_Dunia/.

Ball, A.D. dan Tasaki, L. H. (1992). The Role And Measurement Of Attachment In Consumer Behavior.  Journal of Consumer Psychology, 1(2), 155-72.

Bennett, R. & Rundle-Thiele, S. (2005). The brand loyalty life cycle: Implications for marketers. Journal of Brand Management, 12(4), 250-263.

Ben-Porat, A. (2009). Not just for men: Israeli women who fancy football. Soccer & Society, 10(6), 883–896.

Boone, L.E., Kochunny, C.M. and Wilkins, D. (1995). Applying the brand equity concept to major league baseball. Sport Marketing Quarterly. 4(3), 33-42.

Borgdan, R.C. & Biklen, S. (1982). Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Methods. Boston Allyn and Bacon Inc.

Burns, A.C., and R.F. Bush. (2010). Marketing Research. Pearson Education Inc.

Christopher, M., A. Payne, dan D. Ballantyne. (2002). Relationship Marketing:Creating Stakeholder Value. Oxford: Butterworth Heinemann.

Cialdini, R.B., Borden, R.J., Thorne, A., Walker, M.R., Freeman, S. dan Sloan, L.R. (1976). Basking in reflected glory: three (football) field studies. Journal of Personality and Social Psychology, 34, 366-375.

Cram, T. (2001). Customers that Count: How to Building Living Relationship with Your Most Valuable Customers. London: Prentice Hall, Pearson education.

Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc: California.

Daymon, Christine dan Immy Holloway. (2002). Qualitative Research Method in Public Relations and Marketing Communications. London: Routledge.

Durianto,  D.,  Sugiarto,  &  L.J.  Budiman.  (2004).  Brand  Equity  Ten:  Strategi  Memimpin Pasar. Jakarta : Gramedia.

Eckman, Molly, Mary Lynn Damhorst and Sara J. Kadolph. (1990). Toward a Model of the In-Store Purchase Decision Process: Consumer Use of Criteria for Evaluating Women's Apparel. Clothing and Textiles Research Journal.  8(2), 13-22.

Farrell, A., Fink, J. & Fields, S. (2011) Women’s sport spectatorship: an exploration of men’sinfluence. Journal of Sport Management, 25, 190-201.

Fisher, Robert J. & Wakefield, Kirk. (1998). Identification: A Field Study of Winners and Losers. Psychology & Marketing. 15(1), 23–40.

Gladden, J.M. and Funk, D.C. (2001). Understanding brand loyalty in professional sport: examining the link between brand associations and brand loyalty. International Journal of Sports Marketing & Sponsorship, 3(2), 67-94.

Gremler, D.G. (2004). The Critical Incident Technique in Service Research. Journal of Service Research. 7(1), 65-89.

Hair, Lamb, Mc. Daniel, (2001). Manajemen Pemasaran, Jilid Satu dan Dua. Alih Bahasa Oleh David Octarevia. Salemba Empat, Jakarta.

Handayani, Desy. (2010). The Official MIM Academy Coursebook Brand Operation. Esensi Erlangga Group. Jakarta.

Hendratno, Hendro, (2008). Strategi Revitalisasi Brand Persib Bandung. Institut Teknologi Bandung.

Horne, J. and Manzenreiter, W. (2002). The world cup and television football. in Horne, J. and Manzenreiter, W. (Eds), Japan, Korea and the 2002 World Cup, Routledge, London.

Hunt, K. A., Terry B., dan Edward B. (1999). A Conceptual Approach to Classifying Sports Fans. Journal of Services Marketing. 13(6), 439-452.

Istianto, Feri, (2005). Perempuan Suporter Sepakbola (Studi Tentang Motivasi dan Kesadaran Gender Suporter Perempuan Slemanona). Yogyakarta: Fisipol UGM.

Jones, I. (1997). A Further Examination of The Factors Influencing Current Identification with A Sports Team, a Response to Wann et al. (1996). Perceptual and Motor Skills. 85(1), 257-8.

Jost, John T. and Sidanius, Jim. (2004). Political psychology: Key readings (Key readings in social psychology). New York, US: Psychology Press.

Keller, K. L. (2003). Strategic brand management: Building, measuring, and managing brand equity. London: Prentice-Hall International.

Knapp, Duane E. (2001). The Brand Mindset. Megraw Hill Companies Inc.

Kotler, P., dan Armstrong,  G. (2008). Principles Of Marketing. International Edition. Jilid 12. Prentice Hall, London.

Mahmud, Sukron. (2014). Kegiatan Ekonomi dan Sosial Keagamanaan Suporter Sepak Bola Brigata Curva Sud PSS Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Malhotra, N. K. (1996), marketing research an applied orientation. 2nd edition. Prentice hall international inc, new jersey.

Malhotra, N. K. (2004). Marketing Research: An Applied Orientation. 4th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Monika Kukar-Kinney, Nancy M. Ridgway, Kent B. Monroea. (2012). The Role of Price in the Behavior and Purchase Decisions of Compulsive Buyers. Journal of Retailing. 88(1), 63–71.

Muniz A. & O’Guinn, T. (2001). Brand Community. Journal of Consumer Research. 27, 412-432.

Pace, S. (2003). A Grounded Theory of The Flow Experiences of Web Users. International Journal of Human-Computer Studies. 60, 327-363.

Pope, Stacey & Kirk David. (2012). The role of physical education and other formative experiences of threegenerations of female football fans, Sport. Education and Society. 19(2), 223-240.

Pfister, Gertrud, Verena Lenneis & Svenja Mintert. (2013). Female fans of men’s football – a case study in Denmark. Soccer & Society. 14(6), 850-871.

Rangkuti, Freddy. (2008). Riset Pemasaran. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Sekaran, U. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4. Terjemahan. Jakarta, Salemba Empat.

Shank, Matthew D. (2009). Sport Marketing: a Strategic Perspective. 3rd ed. Pearson.

Silverman D. (2005). Doing Qualitative Research. London: SAGE Publication.

Smith, G.J., Patterson, B., Williams, T. dan Hogg, J. (1981). A profile of the deeply committed male sport fan. Arena Review. 5(2), 26-44.

Soerjono, Soekanto. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali.

Solomon, M. R. (2011). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being. 9th ed. Pearson Education Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

Sudarmanto, Bambang dan Anggraini, Kiki Kusuma. (2014). Pengaruh Citra Merek Terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus Pada Konsumen Produk Kosmetik Pelembab Wajah Pond’s di Bandar Lampung). Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.

Sumarwan, Ujang, Dr. Ir, MSc. (2003). Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Edisi Pertama. Indonesia, Ghalia.

Syarifudin. (2013). Komunitas Suporter Sepak Bola PSM Di Kota Makassar. Makasar, Fisipol Universitas Hasanudin.

Thorne, S. dan Bruner, C. C. (2006). An exploratory investigation of the characteristics of consumer fanaticism. Qualitative Market Research: An International Journal. 9(1), 51-72.

Tjiptono, F. (2005). Brand Management and Strategy. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wann, D. L. dan Banscombe, N. R. (1993). Sport fans: measuring degree of identification with their team.  International of Sport Psychology. 24(1), 1-17.

Wheeler, A. (2006). Designing Brand Identity: A Complete Guide to Creating, Building, and Maintaining Strong Brands. New York, USA: John Wiley & Sons, Inc.

http://www.adweek.com. (diakses pada 8 Januari 2014).

www.bolanews.com/liga/la-liga/read/28765-Tak-Ingin-Pemain-Jadi-Korban-FIFPro-Tegur-PSSI.html (diakses pada 8 Januari 2014).

http://www.goal.com/id-ID/news/1387/nasional/2012/07/26/3265438/tunggakan-gaji-pemain-deltras-sidoarjo-mulai-dibahas. (diakses pada 8 Januari 2014)

www.telegraph.co.uk. (diakses pada 8 Januari 2014).

www.wearemania.net/arema-news/667-data-fakta-isl-putaran-pertama-evaluasi-jumlah-penonton-part-i- (diakses pada 8 Januari 2014).